Saturday, June 23, 2012

al-Munqiz min al-Dhalal



Kitab al-Munqiz Min al-Dhalal merupakan sebuah autobiografi yang menerangkan pengalaman-pengalaman Imam Al-Ghazali ra yang terpenting dalam bidang akliah dan rohaniah. Ia mencakupi persoalan falsafah, gerakan Batiniah, Ilmu Kalam, Tasawuf dan yang teristimewa tentang detik-detik beliau mengubah cara hidupnya meninggalkan keagungan dunia akademik di Universiti Nizamiah, Baghdad dan kemewahan yang dimilikinya untuk menjadi seorang zahid dan pencari kebenaran.

Kitab yang telah menarik perhatian ramai di timur maupun di barat, khususnya para sarjana falsafah dan agama, sejak 900 tahun yang lalu, kerana kemampuannya memberikan petunjuk kepada manusia untuk mencari kebenaran. Kitab ini khusus sebagai panduan kepada murid-2 ilmu suluk, yang berhubung rapat dengan kebatinan para murid dalam ilmu shufi. Dimulakan membicarakan mazhab-mazhab syakkiyah sebagai pendinding bagi mereka supaya tiada terpesong daripada jalannya yang benar, di teruskan pula dengan mendedahkan kategori murid dalam penglibatan masing-masing dalam golongan-golongan mutakallimin (ahli ilmu kalam), bathiniyah (ahli kebatinan), filosuf dan shufi.

Friday, June 22, 2012

al-Risalah al-Qusyairiyah Fi 'Ilmi al-Tashawwuf



T
asawuf merupakan disiplin ilmu yang dipandang lebih banyak berbicara persoalan-persoalan batin, kondisi rohani dan hal-hal lain yang bersifat esoteric. Pengalaman-pengalamannya yang dibentuk melalui proses implementasi ajaran sufistik bersifat mistik dan hampir mengarah ke dalam yang bersifat pribadi dan sulit dikomunikasikan kepada orang lain, sehingga selamanya hampr menjadi milik peribadi.
Kenyataan ini dalam perkembangannya sering memunculkan tingkah laku aneh, eksentrik dan terkadang terkesan keluar dari bahasan syar’i, yang oleh sementara kaum sufi justru dipahami sebagai bentuk pencapaian suatu maqam sufi tertentu. Sedangkan ahli zhawahir yang berpegang teguh pada ajaran standar (golongan syariat) akan dianggap sebagai perbuatan bid’ah, tidak bermakna dan bahkan tidak jarang dikatakan sesat. Perbedaan ini kebanyakan disebabkan oleh perbedaaan pemahaman dasar-dasar islam dan sudut pandang kajian yang pada gilirannya juga melahirkan perbedaan pemakaian istilah dan ungkapan-ungkapan keilmuan dari masing-masing kelompok.
Risalah Qusyairiyah  merupakan karya Abdul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An-Naisaburi ini merupakan buku yang disusun dengan tujuan meluruskan pemahaman keagamaan Islam tentang konsep tasawuf, akidah tasawuf, pengalaman-pengalaman mistis, terminal-terminal spiritual Islam. Di samping berusaha membongkar dan menata kemnali kekeliruan-kekeliruan itu untuk dikembalikan pada posisi semula, buku ini juga memaparkan konsep-konsep sufi, yang hamper setiap poin disajikan secara lengkap dan utuh, gambling dan penuh pesona. Karenanya, figure dan tradisi tasawuf Al-Qusyairi cukup popular di lingkungan masyarakat sunni, dan bahkan buku ini banyak dijadikan sumber kajian para sufi generasi sesudahnya.


Artikel yang berkaitan;

1. Baca terjemahan kandungan risalah Qusyairiyyah online:  Risalah Al-Qusyairiyah
2. Biodata al-Qusyairi :
                    http://kenaliulama.blogspot.com/#!/2012/07/al-qusyairi-pengarang-al-risalah-al.html

Pandangan HAMKA Terhadap al-Imam al-Ghazali & al-Ihya Ulumuddin

Sambutan Al-Ustadz Al-Fadlil Dr. H.A. Malik Karim Amrullah (Dr.HAMKA)
SAMBUTAN TERJEMAHAN IHYA' ULUMIDDIN


Kitab Ihya' Ulumiddin, buah tangan Al-Imam Al-Ghazali adalah salah satu karya besar dari beliau dan salah satu karya besar dalam perpustakaan Islam. Meskipun ada berpuluh lagi karangan Ghazali yang lain, dalam berbagai bidang ilmu Pengetahuan Islam, namun yang menjadi inti-sari dari seluruh karangan-karangan beliau itu ialah Kitab Ihya' Ulumiddin.
Beliau pilih untuk menjadi judul nama bukunya Ihya' Ulumiddin, artinya ialah: MENGHIDUPKAN KEMBALI PENGETAHUAN AGAMA.

Sebabnya maka itu judul yang beliau pilih, ialah karena pada waktu itu ilmu-ilmu Islam sudah hampir teledor oleh ilmu yang lain, terutama oleh filsafat Yunani, khusus Filsafat Aristoteles te­lah disambut dengan amat asyiknya oleh ahli-ahli fikir Islam, yang dipelopori oleh Al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain di Timur dan ke­mudian menjalar pula ke Barat (Andalusia dan Afrika Utara), sesu­dah Ghazali, yang dipelopori oleh Ibnu Rusyd.

Filsafat Yunani itu pada waktu itu dinamai 'Ulumul Awail, artinya Pengetahuan orang zaman purbakala.

Oleh sebab Islam sangat berlapang dada menerima segala macam ilmu pengetahuan ataupun hikmat, walau dari manapun datang­nya, maka dalam abad-abad kedua dan ketiga hijriyah, teruta­ma di zaman permulaan fajar Daulat Bani `Abbas, banyaklah pe­ngetahuan lain bangsa disalin ke dalam bahasa Arab, guna memper­kaya perpustakaan dan buah pikiran Arab Islam sendiri. Sebab ke­majuan Islam dan Daulah Islamiyah dalam lapangan politik dan pengaruh kebudayaan, tidaklah akan dapat bertahan lama kalau pemikiran dari sarjana-sarjana tidak meluas dan mendalam.

Majulah Islam dalam lapangan fiqhi, ilmu kalam, tasawwuf dan filsafat. Tetapi kadang-kadang Ilmu Islam yang asli telah teledor oleh karena kemajuan dalam bidang yang tersebut di belakang ini, yakni filsafat. Al-Ghazali telah tampil ke muka mempersiapkan dirinya dengan ilmu-ilmu yang ada pada masa itu. Beliau memper­dalam Ilmu -Kalam, beliau memperdalam fiqhi (Ilmu Hukum) dan perhatian beliau akhirnya amat tertarik kepada Filsafat sampai di­pelajarinya pula amat mendalam. Hasil dan buah dari penyelidik­annya terhadap Filsafat itu telah diungkapkannya dalam buku-bu­kunya "Al-Munqidzu minadl dlalal" (Pembangkit dari lembah ke­sesatan), "Maqashid al-Falasifah" (Tujuan dari pada para Failasoof) dan "Tahafut al-Falasifah" (Kekacau-balauan para Failasoof).

Beliau — setelah pengembaraan dalam alam pikiran yang menda­lam itu— telah menyatakan kesimpulan bahwa filsafat itu, baik juga untuk melatih kita berfikir. Tetapi jadi amat berbahaya kalau sekiranya pikiran yang akan dipergunakan bagi berfilsafat tidak terlatih terlebih dahulu dengan tuntunan Wahyu Ilahi dan ­tuntunan Nabi. Ada orang mengatakan bahwa berfikir filsafat itu harus bebas, obyektif, jangan ada yang mempengaruhi terlebih da­hulu. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa tidaklah ada seorang manusiapun yang dapat membebaskan dirinya dari pada pengaruh alam dikelilingnya. Apakah lagi — menurut Ghazali — Failasoof-Failasoof Yunani yang mempengaruhi berfikirnya Failasoof-Faila­soof Muslim seumpama Al-Farabi dan Ibnu Sina, karena penera­wangan berfikir bebas itu, telah sampai kepada kesimpulan bahwa Alam itu adalah qodim penaka Tuhan juga. Disini Filsafat sudah menjauh sendirinya dari pada pokok ajaran agama.

Lantaran itu maka Ghazalipun amat menyuruh hati-hati di da­lam belajar 'Ilmul Kalam, IIlmu Theologi dalam Islam. Untuk orang awam —kata beliau— 'Ilmul Kalam itu lebih besar bahayanya daripada manfaatnya, sehingga beliau keluarkan sebuah risalah ber­nama "Iljamul 'Awam" (Mengekang orang awam) dari pada mem­bicarakan Ilmu Kalam. Iman kepada Allah— menurut Ghazali- ti­daklah dapat dengan dipelajari secara "akal semata", melainkan hendaklah karena dirasakan, demi setelah meleburkan diri keda­lam persada Alam yang ada dikeliling kita.

Setelah nyata bahwa dengan filsafat bukan, dengan 'Ilmul Kalam bukan, dengan debat-berdebat (jidal) Ilmu Fiqhi-pun bukan, ma­nakah jalan yang dapat mencapai kepada Tuhan itu?

Ghazali akhirnya berpendapat bahwa mendekati Tuhan, merasa adanya Tuhan dan ma'rifat kepada Tuhan, hanya dapat dicapai dengan menempuh satu jalan, yaitu jalan yang ditempuh oleh kaum Shufi.

Ghazalipun insyaf bahwasanya di zamannya pertentangan kaum syari'ah amat besar dengan kaum Shufi atau kaum Hakikat. Kaum Fuqaha menghabiskan waktunya di dalam membincangkan syah dan bathal, dengan mengabaikan perhatian kepada kehalusan perasaan, sedang kaum Shufi saling terlalu memupuk perasaan (dzauq) kadang-kadang tidak memperdulikan mana amalan, ibadat dan syari'at yang sesuai dengan Sunnah Rasul dan mana yang tidak.

Tasawwuf perlu untuk memupuk perasaan halus manusia, atau `athifah. Tetapi kadang-kadang terlanjur keluar dari garis syari'at. Syari'at perlu untuk mengatur kehidupan sehari-hari menurut jalan Rasul, tetapi kadang-kadang menjadi kaku dan kehilangan intisari karena hanya tunduk kepada yang tertulis belaka sehingga kebebas­an manusia buat berfikir, buat merasa dan buat berfantasi menjadi hilang.

Syari'at tanpa hakikat, menjadi bangkai tak bernyawa. Hakikat tanpa syari'at menjadi nyawa tak bertubuh.

Ghazali berusaha mempersatu-padukan keduanya. Dengan dasar itulah beliau ingin menghidupkan kembali Ilmu Agama: IHYA' 'ULUMIDDIN.

Dengan bersumber kepada Al-Quran, dengan kembali kepada Sunnah Rasul yang asli, kita bongkar dan kita gali ilmu yang sejati. Di dalamnya terkandunglah hikmat-hikmat yang tinggi, yang kadang-kadang mungkin dapat dinamai filsafat, kadang-kadang dapat dinamai Ilmul Kalam, Fiqhi dan lain-lain, apatah lagi buat mengetahui rahasia yang terkandung dalam hati (Asroril-Qulub).

Apabila ilmu telah dihidupkan kembali, syari'at mesti bertemu dengan hakikat, amal saleh mesti dinyawai oleh Iman dan di sam­ping riadlah jasmani (latihan badan) kita adalah riadlah annafs atau riadlah qalb (latihan jiwa atau latihan hati). Disitulah kita mendapat "Haqiqat al Hajah (hidup yang sejati).

Sejak daripada ibadat, sembahyang, puasa, zakat dan hajji, sampai kepada mu'amalat (pergaulan hidup manusia sehari-hari), sampai kepada munakahat (pembangunan rumah tangga), sampai kepada hukum-hukum pidana, semuanya beliau cari isi dan umbinya,inti atau sarinya dalam alam hakikat dan hikmat, sehingga hidup kita sebagai muslim berarti lahir dan bathin.

Maka kitab "IHYA' 'ULUMIDDIN" adalah hasil karya positif sesu­dah beliau ragu (syak, sceptis) terhadap segala persoalan dalam bidang kepercayaan dan akhirnya keraguan itu sedikit demi sedikit mulai hilang, berganti dengan yakin. Dan itulah yang beliau hidang­kan ke dalam masyarakat muslim.

Sebagai seorang ahli fiqih Islam yang besar, karangan beliau ini mendapat sambutan hangat. Mendapat sanjung puji yang tinggi dan juga mendapat sanggahan yang hebat.

Di zaman pemerintahan Sultan Yusuf bin Tasyfin di negeri Maghribi di Fas (Fez) kaum Fuqaha sangat murka kepada Ghazali, sebab karangannya Ihya' 'Ulumiddin banyak mengeritik kaum ahli fiqhi, yang sudah menjauh daripada Al-Qur'an dan hanya tengge­lam ke dalam taqlid. Fuqaha marah, sehingga mengusulkan kepada Sulthan supaya Ihya' dibakar saja dan dilarang keras peredarannya ke Maghribi. Di kala disampaikan orang berita itu kepada Ghazali serta-merta beliau berkata: "Tuhan akan merobek kerajaan mereka sebagaimana mereka telah merobek kitabku".

Tiba-tiba muncullah dalam majlis itu, murid beliau Muhammad bin Taumrut, yang bergelar Al-Mahdi, lalu berkata : "Wahai Imam! Doakanlah kepada Tuhan bahwa keruntuhan kerajaan Bani Tasyfin akan terjadi di tangan saya".

Kemudian memang jatuhlah kerajaan Murabithin, digantikan oleh murid Imam Ghazali yang bernama Muhammad bin Taumrut itu, dengan nama Kerajaan Muwahhidin. Bila Imam Ghazali menge­tahui bahwa muridnyalah yang menjadi raja, dan kitab beliau telah diakui kembali di negeri itu, beliau berniat hendak hijrah ke Magh­ribi. Sayang sekali sebelum beliau berangkat, beliau meninggal du­nia tahun 505 H. dalam usia 55 tahun.

"Ihya' 'Ulumiddin" adalah salah satu karya besar, yang diakui besar fikiran yang terkandung di dalamnya. Ds. Zwemmer, to­koh sending Kristen yang terkenal, berpendapat bahwa sesudah Nabi Muhammad saw. adalah dua Pribadi yang amat besar jasanya menegakkan Islam, pertama Imam Bukhari karena pengumpulan Haditsnya, kedua Imam Ghazali karena "Ihya'-nya".

Segala sesuatu apabila telah tercapai kesempurnaannya, nam­paklah di mana kekurangannya. "Tanda gading yang tulen, ialah retaknya". Alam ini sendiri menjadi amat sempurna, karena serba kekurangannya. Tuhan mencipta 'Alam dalam kesempurna­annya, karena ada kekurangannya. Kalau tidak ada yang cacat niscaya Allah Ta'ala tidak kaya karena tidak menjadikan sesuatu yang bernama cacat.

Demikian juga kitab-kitab karangan Ghazali terutama Ihya' 'Ulu­middin ini. Kadang-kadang beliau, lantaran asyiknya memperi­ngatkan kesucian hidup, telah jatuh kepada bersangatan mencela dunia. Orang yang terpengaruh oleh ajaran Ghazali tentang cacat dunia, maulah rasanya mengutuk sama sekali dunia itu. Mengutuk dunia bisa menyebabkan dunia itu lepas dari tangan kita, hingga dipungut oleh orang lain, sehingga negara-negara Islam terjajah.

Kadang-kadang beliau menganjurkan hidup membujang, tak usah beristeri. Supaya beban hidup dalam munajat kepada Tuhan menjadi ringan, padahal ajaran asli Islam tidak mengajarkan demikian.

Dan yang lebih penting lagi, sebagai seorang ahli pikir yang bebas dan besar, beliau membebaskan pikirannya dari pengaruh penafsir-penafsir yang terdahulu daripadanya, tetapi hadits-hadits yang dijadikannya dalil, kerapkali tidak memperhatikan ilmu sanad hadits, sehingga sebagaimana ditulis oleh ayahku dan guruku Syaikh Abdulkarim Amrullah dalam bukunya Sullamul Ushul membaca Ihya' musti hati-hati, karena banyak haditsnya lemah.

Itulah menjadi bukti bahwasanya seorang sarjana atau seorang failasoof yang besar tidaklah melengkapi ilmunya dalam segala -bidang. Ghazali lemah dalam ilmu hadits, tetapi dia besar dalam penciptaan fikiran. Sebagaimana juga Ulama-Ulama Ahli Hadits, kebanyakannya tidak sanggup buat menciptakan fiqhi atau menge­luarkan faham bebas, sebab amat terikat oleh hadits-hadits, sehing­ga fikirannya menjadi buntu karena kekuatan hafalan.

Perhatikan kepada ajaran Filsafat Ethika (Akhlaq) Al-Ghazali sampai saat-saat sekarang ini masih menjadi bahan yang kaya untuk direnungkan. Setengah ahli selidik dan orientalist Barat ber­pendapat bahwa keragu-raguan Descartes adalah pengaruh keragu-raguan Ghazali. Ragu (skeptis, syak) adalah tangga utama menuju yakin. Pada tahun 1924 Zaki Mubarak di Mesir mencapai gelar Doktornya karena kritiknya yang bernama "Akhlaq menurut Ghazali" yang sebagai seorang sarjana yang masih muda dia menghantam ajaran Ghazali sebagai suatu ajaran yang menyebabkan jiwa melempem. Tetapi setelah dia berusia lebih 40 tahun dikeluarkan­nya pula promosinya untuk gelar doktor yang ketiga-kalinya berna­ma "Tasawwuf Islam", yang kalau dibaca, ternyata bahwa pukulannya kepada Ghazali khasnya dan Tasawwuf 'amnya, tidak sekeras dahulu lagi. Di tahun 1947 Dr. Sulaiman Dunia Maha Guru Filsafat dan 'ilmu Kalam di Al-Azhar University mengeluarkan lagi study­nya "Hakikat menurut pandangan Ghazali ". Ditahun terakhir sam­pai tahun 1963 masih tetap ada sarjana Islam yang meninjaunya kembali.

Kupasan Ghazali tidak akan habis-habisnya menjadi bahan study tentang tasawwuf, tentang aqidah, tentang filsafat dan ethika (akhlaq).

Demikian itulah selayang pandang saya tentang IHYA' 'ULUMID­DIN oleh "Hujjatul Islam" Al-Ghazali.

Di dalam perkembangan ajaran-ajaran dan ilmu-ilmu Islam di Indo­nesia, tasawwuf Imam Ghazali dengan Ihya'-nya besar sekali peranannya. Madzhab Sunni yang masuk kemari sejak zaman kera­jaan Islam Pasai ialah Madzhab Syafi i. Imam Ghazali adalah seo­rang Ulama Muta-akhkhirin dalam madzhab itu.

Tasawwuf "Wihdatul Wujud" (Pantheisme) Al-Hallaj yang mu­lanya amat berpengaruh di sini menjadi terdesak karena datang­nya ajaran Ghazali. Kitab Ihya' `Ulumiddin menjadi pegangan ula­ma-ulama di tanah air kita. Syaikh Abdus Samad Al-Falimbani diu­jung abad kedelapan belas telah mengambil inti-sari kitab Ihya` dan menyalinnya ke dalam bahasa Indonesia (Melayu Lama) dengan nama "Sairus-Salikin". Demikian juga terdapat dalam karangan-karangan Ulama-ulama Aceh. Kitab Ihya` pun telah disarikan oleh Ulama-ulama di Jawa ke bahasa Jawa huruf Pegon. Dizaman mo­dern ini, saya sendiri amat banyak mengambil buah renungan Gha­zali untuk buku saya "Tasawwuf Modern". Tetapi belum ada usa­ha selama ini menyalin kitab yang besar 4 jilid itu ke dalam bahasa Indonesia modern.

Tiba-tiba pada bulan Rajab 1383 Hijriyah, bertepatan dengan hari-hari peringatan Isro' dan Mi'roj Nabi Muhammad saw. seorang Ulama Muda dari Aceh, yang telah lama saya kenal, yaitu Tengku Haji Ismail Yakub MA-SH, telah datang kerumah saya memperlihatkan salinan (terjemahan) Kitab Ihya' Ulumiddin ke dalam bahasa Indonesia yang beliau kerjakan sendiri dan meminta saya supaya sudi memberikan kata sambutan atas usahanya yang amat berharga itu.

Tidak pelak lagi kalau saya bergembira menyambut usaha beliau itu. Perhatian kepada Islam dan inti ajarannya di zaman seka­rang telah mulai besar di tanahair kita ini. Banyak kaum terpe­lajar secara Barat mulai memperhatikan Islam. Banyak mereka mendengar nama kitab Ihya' atau membaca adanya kitab itu dari kalangan Orientalist Barat, sayang mereka tidak mengetahui bahasa Arab. Terjemahan Ustadz Tengku H. Ismail Yakub ini sudah dapat memuaskan dahaga mereka.

Banyak telah berdiri Perguruan Tinggi Islam. Sayangnya mahasiswa kebanyakan lemah bahasa Arabnya. Dengan salinannya Ihya' mereka sudah dapat membandingkan fikiran ciptaan Failasoof Islam ini dengan aliran-aliran filsafat yang lain. Baik Filsafat Yunani atau Filsafat Scholastik Kristen atau Filsafat Modern.

Mubaligh-mubaligh pun mendapat banyak bahan untuk study. Dan lebih dari itu semuanya dengan membaca salinan Ihya' ini, dengan sendirinya moga-moga isinya yang bernas dapat mempe­ngaruhi jiwa kita, sehingga kita dapat menjadi seorang Muslim yang tha'at dan cinta kepada Allah dan Rasul Allah.

Dalam pembangunan bangsa kita sekarang ini, yang kita seba­gai Muslim amat ingin agar Islam menjadi unsur mutlak dalam pefnbangunan itu, maka terjemahan Ihya' Ulumiddin ke dalam bahasa Indonsia oleh Ustadz Tk. H. Ismail Yakub MA-SH., adalah satu karya yang amat saya pujikan.

Moga-moga Tuhan Allah memberi taufiq kita bersama dalam menuju ridlaNya.

Dr. H.A. Malik KarimAmrullah
Kebayoran Baru, Jakarta: Rajab 1383.
Desember 1963.

Tuesday, June 19, 2012

Ihya Ulumuddin


Kitab Ihya' Ulumiddin atau sebutan ringkas kitab al-Ihya - buah tangan al-Imam al-Ghazali adalah salah satu karya besar (masterpiece) dari beliau dan salah satu karya besar dalam perpustakaan Islam. Meskipun ada berpuluh lagi karangan Ghazali yang lain, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, namun yang menjadi inti-sari dari seluruh karangan-karangan beliau itu ialah Kitab Ihya' Ulumiddin. 


Ihya Ulumiddin artinya Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, sebuah kitab yang sangat terkenal hasil karya Imam al-Ghazali, atau nama sebenarnya Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Pada waktu itu ilmu-ilmu Islam sudah hampir teledor (terlena) oleh Filsafat Yunani, khusus Filsafat Aristoteles yang pada waktu itu dinamai 'Ulumul Awa-il (pengetahuan orang zaman purbakala). Untuk menghadapi keadaan demikian Imam al-Ghazali mempersiapkan diri dengan memperbanyak bekal mendalami Ilmu Kalam, Ilmu-Fiqh dan Ilmu Filsafat, hingga lahirlah karya-karya "al-Munqiz min al-Dhalal" (Pembangkit dari Lembah Kesesatan), "Maqashid al-Falasifah" (Tujuan para Filosoof) dan "Tahafut al-Falasifah" (Kekacauan Filosoof)

Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Al Ghazali di awal abad ke lima Hijrah ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membendung serangan materialisma yang menghembuskan racun-racun kecintaan dunia. Melalui usaha beliau yang murni, ramai mulai sedar bahawa aspek sufistik juga mempunyai peranan yang besar dalam mengharmonikan kehidupan dan memberikan keseimbangan antara keperluan dunia dan akhirat.

Apabila ilmu telah dihidupkan kembali, syariat mesti bertemu dengan hakikat, amal saleh mesti dinyawai oleh iman dan di samping riadah jasmani (latihan badan) kita, adalah riadhah al-nafs atau riadhah  al-qalb (latihan jiwa atau latihan hati). Di situlah kita mendapat "Haqiqat al-Hayah" (hidup yang sejati).
Bermula dari ibadat sembahyang, puasa, zakat dan haji, sampai kepada mu'amalat (pergaulan hidup manusia sehari-hari), sampai kepada munakahat (pembangunan rumah-tangga), sampai kepada hukum-hukum jenayah, semuanya beliau cari isi dan umbinya, inti atau sarinya dalam alam hakikat dan hikmat, sehingga hidup kita sebagai muslim berarti lahir dan batin.


Terjemahan kitab al-Ihya;

Setakat pengetahuan saya, hanya terdapat satu terjemahan tunggal bagi terjemahan lengkap kitab al-Ihya dalam bahasa Melayu/ Indonesia buat masa ini. Ia telah diterjemahkan Ustadz Tengku H. Ismail Yakub MA SH pada 10 Rabi'ul-Akhir 1383 H / 30 Agustus 1963 M di Medan yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat termasuk Menteri Agama Bp K.H. Saifuddin Zuhri dan Al-Ustadz Dr H.A. Malik Karim Amrullah (Dr Hamka).

Edisi terjemahan lengkap beliau ini telah dicetak dan diterbitkan oleh beberapa syarikat penerbitan. Antaranya;

akan dipaparkan kemudian....


Artikel yang berkaitan:





Bentuk Penulisan Kitab Fiqh


Mempelajari Ilmu fiqh adalah suatu perkara yang sangat digalakkan.Melalui ilmu fiqh kita akan dapat memahami setiap hukum hakam Islam dengan pengetahuan yang baik dan sempurna.Apatah lagi jika kita mampu untuk memahami setiap perbahasan yang diutarakan oleh para ulama atau fuqaha tentang sesuatu permasalahan dengan tepat.

Walaubagaimana pun , sering kali kita mendengar ramai dikalangan penuntut ilmu merasa bosan dan cepat berputus asa apabila tiba pada suatu tahap tidak dapat memahami ilmu yang ingin dipelajari dengan baik dan betul.

Antara penyebab utama perkara ini berlaku ialah , kebanyakkan mereka tidak mengetahui bagaimana sesuatu ilmu atau permasalahan itu ditulis dan dibahaskan oleh para fuqaha dalam kitab-kitab karangan mereka.Secara umumnya terdapat berbagai-bagai cara dan jenis penulisan para fuqaha dalam bidang Ilmu fiqh ini.Ianya dapat dibahagikan kepada beberapa jenis penulisan seperti dibawah :

1. Matan
2. Syarh
3. Hasyiah

Mari kita lihat satu persatu apakah maksud ketiga-tiga jenis penulisan tersebut.

Matan :

Matan adalah kitab yang ditulis secara ringkas.Penulis hanya memuatkan fakta-fakta penting tanpa memasukkan sebarang penerangan yang panjang dan terperinci terhadap sesuatu permasalahan dalam fiqh.Penulis kitab jenis ini kebiasaannya akan menggunakan istilah-istilah yang dianggap tepat dan menyeluruh.

Kitab-kitab jenis ini agak sukar untuk dibaca sekiranya tidak terdapat ulasan atau syarah dari mana-mana ulama atau fuqaha yang menerangkan maksud dan makna pada setiap baris matan yang ditulis dalam kitab-kitab tersebut.


Apa yang perlu diketahui juga ialah , kadang-kadang matan ditulis oleh para fuqaha sebagai ringkasan yang dibuat dari kitab lain yang dikenali sebagai mukhtasar.Seperti kitab al-Muharrar karangan Imam al-Rafi’iyy yang diringkaskan dari kita al-Wajiz karangan Imam al-Ghazali.Malah terdapat juga mukhtasar yang dibuat terhadap kitab mukhtasar yang seperti kitab Minhaj al-Talibin karangan Imam Nawawiyang meringkaskan kitab al-Muharrar.


Antara bentuk penulisan kitab jenis ini juga ialah ianya ditulis dalam bentuk nazam atau syair yang bertujuan untuk memudahkan para pembaca atau pelajar menghafal setiap baris matan yang tertulis.Sebab itu lah kitab jenis ini jarang digunakan sebagai rujukan melainkan oleh orang yang telah pun terlebih dulu mempelajarinya atau dirujuk bersama-sama dengan kitab lain.

Contoh beberapa buah kitab Ilmu Fiqh yang ditulis dengan cara penulisan jenis ini ialah :

a. Bidayat al-Mubtadi’ oleh al-Marghinaniyy ( ulama mazhab hanafi )
b. Matn atau Mukhtasar Khalil , karangan Syaikh Khalil Ibn Ishaq ( Ulama mazhab Maliki )
c. Al-Ghayah wa al-taqrib oleh Abu Syuja’ ( ulama mazhab Syafie )
d. Mukhtasar al-Khiraqiyy karangan Abu Al-Qasim Umar Ibn Al-hasan al-Khirraqiy
( ulama mazhab hanbali)


Syarh :

Kitab jenis ini adalah kitab yang ditulis untuk mengulas dan mensyarahkan matan atau mukhtasar.Penulis kitab ini akan mengulas setiap istilah dan kenyataan yang sukar atau kabur pemahamannya.Ulasan juga dibuat terhadap pandangan dan ijtihad ulama lain terhadap sesuatu masalah yang diperbahaskan.Penulis kitab ini juga kebiasaannya tidak melakukan pentarjihan terhadap pendapat atau pandangan ulama-ulama yang mengarang kitab tersebut.


Pengulas atau pen’syarah’ akan mengulas atau mensyarahkan matan atau mukhtasar yang dihasilkannya sendiri atau pun dari penulisan-penulisan orang lain.Malah terdapat juga Syarh yang mengulas kitab syarh yang lain , seperti kitab Syarh Fathul Qadir karangan Ibnu al-Humam yang mengulas kitab al-Hidayat karangan al-Marghinaaniyy.Kitab ­al-Hidayah pula adalah sebuah kitab syarh yang mengulas kitab Bidayat al-Mubtadi’ karangan al-Marghinaaniyy sendiri.


Apa yang jelas , kitab jenis ini kebiasaannya mempunyai jumlah halaman yang banyak.Ini kerana kebanyakan dari ulama / fuqaha yang menulis dengan metod jenis ini akan menyelitkan atau membawa berbagai-bagai perbahasan hukum-hakam furu’ dalam fiqh untuk dijadikan contoh pada sesuatu permasalahan yang ingin dibahas atau disyarahkan.


Penulis atau pengulas kitab jenis ini juga biasanya mempunyai hubungan dengan penulis kitab asal yang diulasnya , samada sebagai anak murid kepada pengarang kitab asal atau sekurang-kurangnya sebagai pengikut mazhabnya.Sebab itulah kita dapati , jarang sekali terdapat dari kalangan pengulas / pen ‘syarah’ tersebut yang menyanggahi atau menolak pandangan penulis kitab asal yang mereka syarah / ulaskan.

Contoh-contoh kitab jenis ini pula ialah seperti :

a. Bada’ie al-Sana’ie oleh Abu Bakr Ibn Mas’ud Ibn Ahmad al-Kasaniyy.Salah seorang ulama bermazhab Hanafi.Kitab ini adalah ulasan kepada kitab Tuhfah al-Fuqaha yang dikarang oleh al-Samarqandiyy.
b. Mughni al-Muhtaj oleh Muhammad Ibn Ahmad al-Syarbiniyy al-Khatib.Seorang ulama mazhab Syafie yang mengulas atau mensyarahkan kitab Minhaj al-Tholibin yang diikarang oleh al-Imam an-Nawawi.
c. Al-Syarh al-Kabir karangan Muhammad Ibn Abdillah al-Kharashiyy.Seorang ulama mazhab Maliki.Kitab ini adalah ulasan atau kitab syarah bagi kitab Mukhtasar Khalil yang dikarang oleh Khalil Ibn Ishaq.
d. Kasyaf al-Qina karangan Mansur Ibn yusuf Ibn Idris al-Buhutiyy yang merupakan salah seorang ulama Mazhab Hanbali.Kitab ini pula adalah ulasan kepada kitab al-Iqna’ karangan Musa Ibn Ahmad al-Maqdasiyy.

Hasyiah :

Kitab jenis ini pula adalah penulisan kitab fiqh yang berbantuk Ta’liq (komentar) atau Mulahazhat (catatan) yang dilakukan terhadap sesuatu syarh.Bentuknya hampir sama dengan bentuk penulisan secara atau jenis syarh , tetapi bezanya penulis kitab jenis Hasyiah ini hanya akan memilih perkataan-perkataan atau ayat-ayat yang tertentu dalam kitab syarh untuk diulas dengan komentar-komentar atau catatan yang tertentu.

Antara kitab-kitab yang ditulis dengan jenis penulisan hasyiah ialah :

a. Hasyiah Ibn ‘Abidin atau disebut juga Rad al-Mukhtar yang ditulis oleh Muhammad Amin Ibn Umar atau lebih dikenali dengan panggilan Ibn ‘Abidin.Seorang ulama bermazhab Hanafi.Kitab hasyiah ini adalah komentar kepada kitab al-Dur al-Mukhtar yang dikarang oleh al-Haskafiyy.Kitab ini juga merupakan kitab hasyiah yang agak panjang sehingga menyerupai kitab syarh.

b. Hasyiah al-Syarqawiyy yang dikarang oleh Abdullah Ibn Hijaziyy Ibn Ibrahim al-Syarqawiyy , seorang ulama mazhab Syafie.Kitab ini merupakan kitab hasyiah kepada kitab Syarh al-Tahrir karangan Zakaria ibn Muhammad al-Ansariyy.

Selain daripada jenis-jenis atau bentuk penulisan seperti di atas , terdapat juga bentuk-bentuk lain dalam penulisan kitab-kitab fiqh seperti , penulisan kitab fiqh mengikut mazhab , bentuk penulisan secara muqarran (perbandingan) , bentuk ayat dan hadith hukum , bentuk fatwa , usul, qawa’id dan sebagainya.

Semoga dengan kita mempelajari dan mengetahui kaedah dan bentuk penulisan kitab-kitab fiqh ini akan dapat memudahkan kita untuk memahami ilmu fiqh islam dengan lebih mudah dan sempurna.


Monday, June 18, 2012

Tafsir Fi Zilal al-Quran


Tafsir Fi Zilalil Qur'an

- (Powered by CubeCart) Fi Zilalil Qur’an adalah sebuah tafsir lengkap Al-Qur’anul Karim karya mujaddid unggul Asy-Syahid Sayyid Qutb Rahimahullah. Tafsir ini merupakan antara tafsir yang paling luas tersebar di dunia Islam dan kerap dijadikan bahan rujukan oleh para ulama’ dan juga sebagai sumber kajian ilmiyah di pusat-pusat pengajian tinggi. Penerangannya yang jelas dan mendalam menggunakan gaya bahasa Arab yang tinggi menyentuh jiwa dan perasaan para pembacanya. 

Tafsir ini juga telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Turki, Inggeris, Perancis, Urdu dan Bahasa Indonesia. Penterjemahannya ke dalam Bahasa Melayu telah disempurnakan oleh Almarhum Ustaz Dato ’ Haji Yusoff Zaky bin Haji Yacob berdasarkan naskhah asal Bahasa Arab cetakan keenam, iaitu cetakan yang telah dikemaskini oleh pengarangnya serta ditambah fahrasat ( indeks ) bagi memudahkan para pembaca membuat rujukan. Terjemahan tafsir ini mengambil masa selama 11 tahun untuk disiapkan dan dibahagikan kepada 17 jilid ( 30 juzuk ).

Keistimewaan Tafsir Fi Zilalil Qur’an :-

1. Kaedah Pentafsiran Naqliyah (Berasaskan Al-Qur’an dan Hadith)

Tafsir Fi Zilalil Qur’an ditulis bersandarkan kepada kajian-kajian mendalam yang ditimba secara langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta riwayat-riwayat ma’thurat yang lain. Asy-Syahid Sayyid Qutb menggunakan satu kaedah pentafsiran yang membersihkan pentafsiran A1-Qur’an dari pembicaraan-pembicaraan sampingan dan selingan seperti perbahasan-perbahasan bahasa dan tata bahasa, ilmu kalam dan ilmu fiqah serta cerita-cerita dongeng Israeliyat yang lumrah dalam kebanyakan tafsir lain. 

Beliau menolak sama sekali pendekatan mentafsir ayat-ayat Al-Qur’an yang menyentuh kejadian alam buana dengan hasil kajian sains dan fizik kerana ianya tidak dapat bertahan lama dan sering dikuburkan oleh penemuan-penemuan baru yang silih berganti. Almarhum juga menolak kaedah yang mentakwil ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang tidak jelas pengertiannya. Dimensi kaedah pentafsiran naqliyah ini telah mendorong para ilmuan Islam menganggap Almarhum Asy-Syahid Sayyid Qutb sebagai pengasas kepada sekolah tersendiri di dalam bidang tabir yang menjadi kunci tentang cara yang sebaik-baiknya untuk memahami isi kandungan kitab suci yang mulia itu.

2. Bersepadu dan Selaras

Tafsir Fi Zilalil Qur’an telah disusun dalam bentuk yang bersepadu, selaras dan saling berkait antara satu ayat dengan satu ayat lain dalam setiap surah, menjadikan setiap tafsiran itu satu unit yang tersusun dan jelas bagi menegakkan konsep Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah Allah. Tidak seperti tafsir-tafsir lain yang menjurus ke arah memisah-misahkan rangkaian ayatnya sehingga mengurangkan kesepaduan, keindahan dan kejelasan Al-Qur’an itu sendiri. Tafsir ini juga merupakan satu-satunya tafsir yang menjadikan Al-Qur’an berbicara dengan seluruh entiti manusia, dengan roh dan jiwanya, akal dan mindanya, fitrah dan hati nuraninya serta perasaan dan sentimennya. Ia membuatkan pembicaraan-pembicaraan Al-Qur’an begitu jelas maksudnya, banyak saranan dan inspirasinya, luas dan mendalam bayangannya, dan membuat akal manusia begitu tertarik dan terpesona serta perasaan dan sentimennya begitu segar dan peka.

3. Analisis Budaya dan Pemikiran Yang Mendalam

Tafsir Fi Zilalil Qur’an mengupas bentuk kehidupan berteraskan budaya jahiliyah yang mempengaruhi kehidupan manusia sepanjang zaman serta mendedahkan tipu daya segenap musuh Islam yang begitu licik dan bertopengkan kajian ilmiyah yang palsu untuk memusnahkan imej Islam yang suci dan menarik para cerdik pandai Islam ke dalam perangkap penyelewengan dari landasan agama yang sebenar. Asy-Syahid Sayyid Qutb dalam tafsirnya juga sentiasa menekankan kesejagatan fenomena kekufuran terhadap ajaran-ajaran Allah yang tidak terbatas kepada masa-masa tertentu. Tafsir ini seterusnya mendedahkan berbagai bentuk fahaman ciptaan akal manusia yang menjurus kepada perbuatan syirik yang mempertuhankan sesama manusia, aliran yang mempertuhankan akal, sains dan teknologi serta aliran hedonisme yang merendahkan martabat insan ke makam haiwan.

4. Ulasan yang Indah, Jelas, Merangsang dan Tegas

Gubahan bahasa Asy-Syahid Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an amat indah dan mengasyikkan. Saranan-saranannya tegas dan lantang serta merangsang jiwa mukmin yang sentiasa dahagakan hidayah Allah. Persembahan Tafsir Fi Zilalil Qur’an ini menggambarkan kehidupan Asy-Syahid Sayyid Qutb sebagai seorang pendakwah yang amat mencintai Penciptanya, sabar, gigih, redha, tenang, tenteram, penuh tawakkal kepada Allah dan tidak mengenal erti menyerah atau berputus asa daripada Rahmat Allah.

Tafsir Fi Zilalil Qur’an yang bermakna "Di Bawah Bayangan Al-Qur’an" adalah sebuah judul yang tepat dengan fungsi dan sifat Al-Qur’an yang digambarkan oleh Rahimahullah sebagai sepohon pokok rahmat dan hidayah yang tegap dan rimbun, dengan dahan-dahan serta ranting- rantingnya yang subur dan rendang, menyediakan bayangan teduh, suasana tenang dan qudus, mencetuskan berbagai ilham, inspirasi, kefahaman yang halus dan mendalam kepada setiap pendengar dan pembacanya yang benar-benar serius dan membuka pintu hati dan minda mereka dengan penuh minat. Seperti kata Rahimahullah, "dalam detik-detik kembara Di Bawah Bayangan Al-Qur’an saya mendapat berbagai lintasan fikiran, pandangan di sekitar aqidah, di sekitar jiwa dan hayat manusia". Pengalaman dan perjalanan kehidupan beliau ini merupakan faktor-faktor penting yang melahirkan Tafsir Fi Zilalil Qur’an dalam bentuk ulasan yang unik mengatasi tafsir-tafsir yang lain.

Pandangan ulama terhadap Tafsir Fi Zilalil Quran;

Berkata Dr. Hasan Farahat: “Tafsir Fi Zilalil-Quran” telah menjadi begitu terkenal dengan sebab Sayyid Qutb (Rahimahullah) telah menulis tafsir ini sebanyak dua kali; kali pertama ia menulis dengan tinta seorang alim dan kali kedua dia menulis dengan darah syuhada’.

Berkata Yusof al-‘Azym” “Tafsir Fi Zilalil-Qur’an” adalah wajar dianggap sebagai suatu pembukaan Rabbani yang diilhamkan Allah kepada penulisnya. Beliau telah dianugerahkan matahati yang peka yang mampu menanggap pengertian-pengertian, gagasan-gagasan dan fikiran yang halus yang belum dicapai oleh mana-mana penulis tafsir yang lain


Sumber:


Artikel yang berkaitan;


 

Mengenal Karya-Karya Imam al-Syafi'i


Imam asy-Syafi’i rahimahullah banyak menghasilkan karya tulis berupa kitab-kitab yang mana sebahagiannya beliau tulis sendiri lalu dibacakan dan dibahaskan kepada masyarakat dan para penuntut ilmu. Manakala sebahagian lagi dikumpulkan dan dibukukan oleh murid dan para pendukung madzhabnya.

Dalam mukaddimah al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab karya Imam an-Nawawi rahimahullah (Wafat 676 H) disebutkan : “Karya-karya asy-Syafi’i dalam permasalahan ushul dan furu’ yang belum pernah wujud sebelumnya cukup banyak dan baik. Di antara yang masyhur lagi terkenal adalah kitab al-Umm yang jumlahnya mencapai 20 jilid, kemudian al-Jami’ al-Muzanni al-Kabiir dan ash-Shaghiir, Mukhtashar al-Kabir dan ash-Shaghiir, Mukhtashar al-Buwaithi dan ar-Rabi’, al-Harmalah, kemudian kitab al-Hujjah yang merupakan sebahagian dari qaul qadim (karya yang menjelaskan pegangan awal asy-Syafi’i), ar-Risalah al-Qadiimah, ar-Risalah al-Jadiidah, al-Amali, al-Imla’, dan selainnya.” (al-Majmu’, 1/11)

Bahkan ada sebahagian ulama yang menyebutkan bahawa kitab-kitab karya asy-Syafi’i rahimahullah mencapai 113 buah kitab berkaitan tafsir, fiqh, sastra, dan disiplin-disiplin ilmu lainnya. Ada juga yang mengatakan sukar untuk menghitung secara tepat jumlah keseluruhan kitab-kitab karya beliau. Namun sayangnya sebahagian besar dari kitab-kitab yang disusun oleh beliau hilang dan tidak sampai kepada kita hari ini.

Kata Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah (Wafat 1377 H) : “Amat sukar untuk menghitung kitab-kitab beliau kerana banyak di antaranya yang telah luput (hilang). Beliau menulis di Makkah, Baghdad, dan Mesir. Adapun karya-karya beliau yang sampai ke tangan para ulama pada masa ini adalah apa yang ditulisnya ketika di Mesir, yaitu kitab al-Umm antaranya.” (Mukaddimah kitab ar-Risalah tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, m/s. 9 – Daar al-Kitab al-‘Ilmiyyah)

Kitab al-Umm ini adalah sebuah kitab yang dikumpulkan oleh murid Imam asy-Syafi’i yaitu Imam ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi (Wafat 270 H). Beliau menghimpunnya ketika mendengar bab-bab atau perbahasan-perbahasan kandungannya tersebut secara langsung dari asy-Syafi’i atau di masa yang lain. Juga berdasarkan apa yang beliau temui dalam bentuk-bentuk tulisan asy-Syafi’i rahimahullah.

Kata al-Hafiz Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah (Wafat 852 H) : “Jumlah kitab (perbahasan) dalam kitab al-Umm mencapai lebih dari 140 bab, wallahu a‘lam. Ia dimulakan dengan pembahasan tentang thaharah (bersuci), kemudian kitab ash-shalah, dan seterusnya yang mana beliau susun berdasarkan bab-bab fiqh.” (Dinukil dari kitab Manhaj al-Imam asy-Syafi’i fii Itsbaat al-‘Aqiidah karya Dr. Muhammad al-‘Aql, m/s. 48 – Maktabah Adhwa as-Salaf)

Pembahasan yang terkandung dalam kitab al-Umm ini merangkumi pelbagai asas dan penjabaran persoalan agama yang sangat luas. Bahkan ia boleh dikatakan sebagai himpunan pembahasan yang mengumpulkan pendapat-pendapat imam asy-Syafi’i rahimahullah dalam bidang fiqh, tafsir, dan hadits. Di antara pembahasannya mencakupi aspek thaharah, shalat, hari raya, zakat, jenazah, puasa, haji, ibadah kurban, perburuan, nadzar, jual beli, wasiat, faraidh, peperangan, jihad, pernikahan, hudud, qishash, dan banyak lagi yang lainnya.

Alhamdulillah, kitab al-Umm karya imam asy-Syafi’i yang amat berharga ini telah dicetak dan diterbitkan menjadi beberapa jilid semuanya pada hari ini. Juga telah ada yang siap diterjemahkan dan diringkaskan ke bahasa kita. Cuma sayangnya, amat sedikit dari kalangan kita yang mampu mengambil faedah darinya dan memanfaatkannya dengan betul sebagai sumber ilmu walaupun kita sering mengaku bermazhab Syafi’i.

Selain kitab al-Umm, di antara yang terkenal dan telah diterbitkan adalah kitab Ikhtilaf al-Hadits. Ia diterbitkan oleh penerbit Bulaaq bersama Hasyiyah kitab al-Umm jilid 7. Selain itu juga adalah kitab ar-Risalah. Kedua buah kitab ini adalah di antara kitab yang diriwayatkan melalui jalan ar-Rabi’ bin Sulaiman daripada asy-Syafi’i. Ini adalah sebagaimana kata Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah ketika mentahqiq kitab ar-Risalah karya asy-Syafi’i.

Kata Syaikh Ahmad Syakir, kitab ar-Risalah disusun oleh Imam asy-Syafi’i sebanyak dua kali menjadi ar-Risalah al-Qadiimah (edisi awal) dan ar-Risalah al-Jadiidah (edisi baru). Ar-Risalah al-Qadiimah disusun oleh Imam asy-Syafi’i ketika di Makkah demi memenuhi permintaan ‘Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah (Wafat 198 H) di ‘Iraq ketika itu. Ia adalah kitab dalam bentuk surat untuk ‘Abdurrahman bin Mahdi yang menjelaskan tentang tafsir al-Qur’an, himpunan hadits-hadits yang boleh diterima, penghujahan dengan ijma’, dan penjelasan ilmu nasikh wal-mansukh dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Walau bagaimanapun, kitab ar-Risalah al-Qadiimah yang dimaksudkan tersebut telah pun luput dari kita dan apa yang sampai kepada kita hari ini adalah kitab ar-Risalah al-Jadiidah, dan ia disusun oleh imam asy-Syafi’i setelah selesainya kitab al-Umm. (Mukaddimah ar-Risalah, m/s. 10-11)

Kitab ar-Risalah ini adalah sebuah kitab yang masyhur lagi terbilang dan diketahui umum sebagai kitab rujukan utama dalam bidang ushul fiqh. Bahkan Imam asy-Syafi’i boleh dikatakan sebagai tokoh pertama yang membukukan kaedah-kaedah umum dalam bidang ushul fiqh secara sistematik, lalu para ilmuan setelah beliau pun menjadikannya sebagai rujukan dan mengikutinya.

Badruddin az-Zarkasyi di dalam kitab al-Bahr al-Muhith fii Ushul menyatakan : “asy-Syafi’i adalah ulama pertama yang menyusun buku tentang ushul fiqh. Bagi bidang ushul fiqh ini, beliau menulis kitab ar-Risalah, Ahkam al-Qur’an, Ikhtilaf al-Hadits, Ibthal al-Istihsan, Jama’ al-‘Ilm, dan al-Qiyas. Melalui pelbagai pembahagian bab-bab pembahasan dalam kitab ini, beliau telah menjelaskan seluk-beluk penghujahan dengan hadits ahad, membentangkan syarat-syarat keshahihan hadits, keadilan para perawi hadits, penolakan khabar mursal dan munqathi’, serta perkara-perkara lain yang bisa diketahui dengan menyimak isi kandungannya.” (Mukaddimah ar-Risalah, m/s. 13)

Kitab ar-Risalah dan bahkan seluruh kitab asy-Syafi’i rahimahullah adalah himpunan kitab-kitab yang sarat dengan bahasa sastra dan adab yang indah di samping pembahasan tentang fiqh serta ushul. Selain ilmu imam asy-Syafi’i dalam bidang fiqh dan ushul, para ulama di zaman beliau turut mengambil dan berhujjah dengan tutur bahasa imam asy-Syafi’i rahimahullah. Ini lantaran kehebatan dan keelokan sastra serta bahasa ‘Arab yang fasih yang dikuasai oleh beliau.
‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan tentang kitab ar-Risalah : “Ketika aku melihat kitab ar-Risalah karya asy-Syafi’i, aku tercegang kerana aku sedang melihat (susunan bahasa) seorang yang bijak, fasih, lagi penuh dengan nasihat sehingga aku memperbanyakkan doa untuknya.” (ar-Risalah, m/s. 4)

Penyusun kitab Sirah Ibnu Hisyam (Wafat 213 H) mengatakan : “Aku telah lama bersama-sama dengan asy-Syafi’i, tetapi aku tidak pernah mendengar beliau berbicara tanpa mengikuti tata bahasa. Aku juga tidak pernah mendengar secara langsung satu ucapan yang lebih indah dari ucapan beliau.”
Kata Syaikh Ahmad Syakir : “Seluruh kitab imam asy-Syafi’i adalah contoh sastra ‘Arab yang murni dan berada di puncak balaghah yang tertinggi. Beliau menulis berdasarkan naluri yang bersesuaian dengan fitrah, tidak dibuat-buat dan tidak dipaksa-paksa. Kitab-kitab beliau adalah penjelasan yang paling fasih yang pernah anda baca setelah al-Qur’an dan hadits, tidak dapat ditandingi oleh satu ucapan pun dan tidak terkalahkan oleh satu tulisan pun.”
Kata Syaikh Ahmad Syakir lagi yang merupakan ulama besar kontemporer yang lahir dalam lingkaran pendidikan Universitas al-Azhar ketika itu : “Kitab ar-Risalah sepatutnya menjadi kitab pengajian wajib di Universitas al-Azhar serta universitas-universitas lainnya. Juga dipilih beberapa bab dari kandungannya untuk dijadikan sebagai bahan pengajian pelajar-pelajar di peringkat menengah dan pusat-pusat pendidikan awal supaya mereka mendapat ilmu pengetahuan dan pandangan hujjah yang benar lagi kuat.” (Mukaddimah ar-Risalah, m/s. 13-14)

Demikianlah apa yang dapat diungkapkan tentang karya-karya milik imam asy-Syafi’i rahimahullah. Karya-karyanya masyhur lagi dikenali bagai matahari yang menyinar di waktu siang. Menjadi rujukan dan panduan buat masyarakat, penuntut ilmu, dan para ulama dahulu dan kini umpama bintang di malam hari. Para ilmuan dulu dan kini berlumba-lumba mendalaminya, mengikutinya, dan melakukan kupasan.

Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan : “Adapun karya-karya para pendukung imam asy-Syafi’i yang merupakan penjelasan terhadapan matan (teks perkataan), pernyataan, rangkuman konsep, dan pandangan hasil kaedah-kaedah asy-Syafi’i tidak terhitung jumlahnya. Di samping faedah dan manfaatnya yang sangat banyak, ukuran dan susunannya pun begitu baik. Ini adalah sebagaimana komentar Abu Hamid al-Isfirayini, al-Qadhi Abu ath-Thayyib, pengarang al-Hawi, imam al-Haramain, dan selainnya. Ini semua menjadi bukti nyata akan kedalaman ilmu imam asy-Syafi’i, kebaikan perkataannya, dan kesahihan niatnya dalam ilmu.” (al-Majmu’, 1/12)
Selain kitab-kitab yang telah disebutkan, ada beberapa kitab lainnya yang turut dinisbatkan atau disandarkan ke atas imam asy-Syafi’i rahimahullah seperti kitab al-Musnad, as-Sunan, ar-Radd ‘ala al-Baraahimah, Mihnah asy-Syafi’i, ar-Radd ‘alaa Muhammad bin al-Hasan dan beberapa yang lainnya. Selain kitab-kitab berupa karya tulis beliau sendiri, perkataan dan fatwa-fatwa imam asy-Syafi’i juga turut terhimpun atau dibawakan dalam kitab-kitab para pendukung madzhabnya. Juga dalam kitab-kitab berkaitan biografi para ulama.

Wallahu a’lam...

Sunan Abu Daud

A. Pendahuluan

Sunan Abu Daud merupakan salah kitab sunan yang muncul pada abad ke-3 H. Bersama kitab-kitab sunan yang lain, kitab ini merupakan sumber hadis Nabi yang sangat berharga. Banyak komentar positif dari ulama terhadap kitab ini. Kitab ini ditempatkan pada kelompok kedua setelah Shahhih al-Bukhari dan Shahih Imam Muslim sebagai sumber sumber hadis sahih dan hasan. Dan di dalam kelompok kitab sunan, ia diakui sebagai kitab yang memiliki akurasi tertinggi.

B. Penulis Kitab Shahih

Penulis kitab ini adalah Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq ibn Basyir ibn Syaddad ibn Amr al-Azdadi al-Sijistani. Lahir tahun 202 H di Sijistan, antara Iran dan Afganistan, dan wafat 275 H. Ia belajar agama sejak usia dini, terutama dengan al-Qur’an dan Bahasa Arab. Ketertarikannya dalam bidang hadis yang juga dalam usia dini, karena ayahnya al-Asy’ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid dan saudaranya, Muhammad bin al-Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits.

Ketertarikannya dalam bidang hadis ini membawa ia berkelana ke berbagai negeri di mana ada guru-guru hadis seperti: Khurasan, Rayy, Kuffah, Bagdad, Basrah, Damaskus dan Mesir. Di negeri-negeri ini, ia belajar dari guru-guru yang terkenal seperti: Yahya bin Main, Abu Amr al-Dharir, Abu Walid al-Thayalisi, Sulaiman ibn Harb, Usman ibn Abi Syaibah, Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Maslamah, dan Qutaibh bin Sa’id.

Ia banyak dipuji oleh para ulama, seperti Ibrahim al-Harbi yang menyatakan bahwa hadis dilunakan bagi. Pujian ulama ini bukan suatu yang dilebih-lebihkan, tetapi ia buktikan dengan berbagai karya yang lahir dari tangannya, antara lain : Kitab al-Sunan, Kitab al-Marasil, Kitab al-Qadr, Al-Nasikh wa al-Mansukh, Fadhail al-A’mal, Kitab al-Zuhd, Dalil al-Nubuwah, Ibtida’ al-Wahy dan Akhbar al-Khawarij.

C. Nama Kitab dan Kandungan Hadis

Kitab ini diberi nama oleh Abu Daud dengan al-Sunan sebagaimana surat yang ia kirim ke penduduk Mekah. Dengan penamaan al-Sunan ini, tampak bahwa Abu Daud memiliki kecenderungan pada fiqh. Dan itu sebabnya, seluruh hadis-hadis yang ada dalam kitabnya, yakni 4800 buah hadis yang ia saring dari 500.000 buah hadis, menyangkut dengan lapangan kajian fiqh. Kitab ini mendapat perhatian yang serius dari para ulama. Hal ini tanpak dari syarah yang ditulis oleh para ulama tak kurang sebanyak 13 buah kitab. Di antara kitab syarh yang paling terkenal adalah: ‘Aun al-Ma’bud ‘ala Sunan Abi Daud yang ditulis oleh Syaikh Syarf al-Haqq, Syarh Syaikh Abu al-Hasan al-Sanadi al-Madani dan Ma’alim al-Sunan karya Abu Sulaiman al-Khattabi.

D. Kriteri dan Sistematika Kitab Shahih

Imam Abu Daud sebagaimana muhadditsin lainnya, juga menggunakan kriteri keshahihan hadis, seperti kebersambungan sanad, ‘adalah, dhabit, ketiadaan syudz dan ‘illat. Hadis-hadis yang ditulis dalam kitabnya sebagian ada yang sahih dan ada pula yang dha’if. Hal ini seperti yang ia kemukakan sendiri:

كتبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم خمسمائة ألف حديث، انتخبت منها ما ضمنته هذا الكتاب، وجمعت فيه اربعة ألاف وثمانمائة حديث، ذكرته الصحيح وما يشبهه ويقاربه، وما كان فيه وهن شديد بينته وما لم اذكر فيه شيئا فهو صالح، وبعضها اصح من بعض

Oleh karena itu, sesuai dengan penjelasannya, maka di dalam kitabnya terdapat penjelasan kualitas beberapa hadis seperti dha’if. Sebagian ulama memandang penjelasan Abu Daud ini sebagai suatu hal yang positif, yaitu bahwa Abu Daud telah menjelaskan kedha’ifannya, sehingga orang dapat menghindarkan diri darinya. Tetapi sebagian lagi menganggap bahwa sangat mutasahhil dalam persoalan pemakaian hadis, di mana hadis-hadis dha’if pun masih ditolerir oleh Abu Daud.

Sistematika penulisan Kitab Sunan Abu Daud sangat baik. Pertama, ia memberi komentar terhadap kualitI sebahagian hadis. Kedua, sangat memperhatikan matan hadis sehingga ia menyebutkan lafaz hadis ini dari si fulan. Demikian pula bila ada tambahan ia pun menyebutkan bahwa pada matan hadis ini ada ziyadah. Ketiga, ia juga menghimpun beberapa jalur sanad yang lain bahkan terkadang sampai tiga jalur sanad untuk satu hadis.

E. Kritik dan Pembelaan

Ada beberapa kritik yang dikemukakan oleh ulama terhadap karya Abu Daud seperti Ibn Taimiyah, antara lain: pertama, Sebagian hadis dijelaskan kualitasnya sedangkan sebahagian lain tidak. Kedua, adanya hadis dha’if yang dinilai oleh para ulama tetapi tidak ada penjelasan Abu Daud. Ketiga, adanya kemiripan Abu Daud dengan Imam Ahmad dalam mentolerir hadis-hadis dhaif.


Saturday, June 16, 2012

Bidayah al-Hidayah (ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍﳍﺪﺍﻳﺔ)


Kitab Bidayatul Hidayah (ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍﺪﺍﻳﺔ) merupakan sebuah karya dalam bidang tasawuf yang disusun oleh Hujjatul islam al-Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505H). Kitab ini dianggap sebagai ringkasan atau intipati kepada kandungan kitab Ihya’ ‘Ulumiddin (احياء علوم الدين), iaitu karya teragung Imam al-Ghazali sendiri.

Imam al-Ghazali membahagikan kandungan utama kitab Bidayatul Hidayah ini kepada tiga bahagian, yang didahului dengan sebuah muqaddimah dan diakhiri dengan sebuah khatimah (penutup). Bahagian pertama menerangkan adab-adab melaksanakan ketaatan kepada Allah dan bahagian kedua pula menerangkan cara-cara meninggalkan maksiat. Manakala bahagian ketiga  menerangkan adab-adab pergaulan dan persahabatan dengan Khaliq (Allah) dan makhluk.


Intisari kandungan kitab Bidayatul Hidayah

Kitab Bidayatul Hidayah ini adalah antara karangan Imam Hujjatul Islam al-Ghazali  yang banyak diberi keberkatan oleh Allah Taala. Kitab ini telah banyak memberi  faedah dan bimbingan bagi setiap orang yang mentelaahnya dengan niat yang ikhlas untuk mengamalkan isi kandungannya. Faedah dan manfaatnya sudah jelas dan tidak dapat diragukan lagi.

Apabila kita mempelajari dan mendalami  kitab ini dengan tekun dan teliti, kita akan dapat merasakan bahawa Imam al-Ghazali sedang berinteraksi  (berbicara) kepada kita  dengan hati yang penuhrasa  kasih sayang dan belas kasihan. Beliau berbicara  dari hati ke hati, dari hati nurani seorang murabbi (pendidik) yang alim dan berpengalaman di bidang pembentukan ruhani dan penyucian jiwa.

Di dalam kitab ini, Imam al-Ghazali menggariskan amalan-amalan harian yang mesti kita lakukan  setiap hari dan adab-adab melaksanakan amal ibadat tersebut, supaya ibadat tersebut dapat dilakukan dengan baik, penuh erti dan memberikan kesan yang mendalam. Begitu juga Imam al-Ghazali menunjukkan kepada kita bagaimana jalan yang mesti kita ikuti supaya kita dapat meninggalkan segala dosa dan maksiat sama ada zahir ataupun batin. Setelah itu, beliau menyebutkan adab-adab pergaulan seseorang dengan Allah Taala sebagai penciptanya dan semua lapisan makhluk yang ada di permukaan bumi ini.

Oleh itu, kitab ini sangat penting dan sangat sesuai untuk dijadikan panduan amalan harian bagi kehidupan seseorang muslim yang mahu menjadikan negeri akhirat, masuk ke dalam syurga dan mendapatkan keredaan Allah Taala sebagai tujuan hidupnya[1].


Karya huraian bagi kitab Hidayatul Hidayah

Antara kitab huraian (syarah) bagi kitab Hidayatul Hidayah ialah;

a)     Kitab Maraqi al-‘Ubudiyyah Syarh ‘ala Bidayah al-Hidayah (مراقي العبودية شرح على بداية الهداية), karya Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi al-Bantani al-Jawi (1314H), seorang tokoh ulama terkenal dari Nusantara yang memenuhi hidupnya dengan aktiviti pengajaran dan penulisan ilmu agama Islam di kota Makkah al-Mukarramah. Kitab ini sangat popular di Nusantara, khusus sebagai teks pengajian fiqh dan tasawwuf di pondok-pondok pasantren. Baca lagi..

b)    Kitab Hidayah al-Salikin atau nama lengkapnya “Hidayah al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin” (هداية السالكين في سلوك مسلك المتقين) dan terjemahan judulnya “Pedoman Bagi Orang Yang Berjalan Pada Perjalanan Orang Yang Takut Akan Allah Ta‘ala” merupakan sebuah karya yang dihasilkan oleh seorang tokoh ulama Melayu terbilang iaitu Syeikh ‘Abd al-Samad al-Falimbani ketika beliau berada di Makkah. Kitab ini merupakan terjemahan dan huraian bagi kitab Bidayatul Hidayah dalam bahasa Melayu. Baca lagi..

Kitab Bidayatul Hidayah ini telah diterjemahkan dalam bahasa Melayu dan Indonesia dan diterbitkan oleh beberapa syarikat penerbitan.

Kitab ini (versi Arab) boleh dimuat turun di pautan ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍﳍﺪﺍﻳﺔ atau  ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍﳍﺪﺍﻳﺔ.

Semoga bermanfaat.


[1] Dipetik dengan sedikit pengubahsuaian dari Kata Pengantar Penterjemah (Abu Ali al-Banjari al-Nadwi al-Maliki) kitab Bidayatul Hidayah (cet.1/2017), terbitan al-Khazanah al-Banjariayah, Kedah.