Showing posts with label Abu Ishaq al-Syirazi. Show all posts
Showing posts with label Abu Ishaq al-Syirazi. Show all posts

Sunday, April 28, 2013

al-Luma' fi Ushul al-Fiqh


 
Kitab al-Luma’ fi Ushul al-Fiqh  adalah antara karya dalam bidang usul fiqh yang sangat penting. Kitab al-Luma’ ini merupakan sebuah kitab ringkasan (mukhtashar) yang disusun oleh Imam Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali al-Syairazi bagi sebuah kitab karya beliau yang lain, iaitu Kitab al-Tabhsirah fi Ushul al-Fiqh. Kitab ini sangat istimewa kerana isi kandungan banyak memaparkan dalil-dalil dan perbincangan. 
 
Download Kitab al-Luma’ fi Ushul al-Fiqh

Wednesday, March 20, 2013

al-Tabsirah fi Ushul al-Fiqh

 
Kitab al-Tabshirah fi Ushul al-Fiqh (Ulasan tentang Usul Fiqh) adalah salah satu kitab karangan Abu Ishaq al-Syirazi, salah seorang ulama penting dalam mazhab Syafi'i yang hidup pada abad 5 Hijriyah. Tema kitab ini, sebagaimana tergambar dalam judulnya, adalah mengenai ushul al-fiqh atau teori hukum Islam. Kitab ini ditulis oleh al-Syirazi sebelum kitab yang lain yang lebih ringkas dan mengenai tema yang sama, al-Luma' fi Ushul al-Fiqh (Kilatan-Kilatan Cahaya).
Kitab yang terakhir ini lebih populer di pesantren-pesantren NU. Kiai Sahal Mahfuz (Ketua MUI sekarang), misalnya, sering membaca kitab ini, entah untuk "pengajian kilat" selama bulan puasa, atau untuk pengajian biasa di luar Ramadan. Di dunia kesarjanaan Barat, kitab ini dikenal melalui terjemahan dan analisis kritis yang dikerjakan oleh sarjana Perancis Eric Chaumont dalam bukunya yang berjudul Kitab al-Luma fi Usul al-Fiqh; le Livre des Rais illuminant les fondements de la compréhension de la loi: Traité de théorie légale musulmane.

Sekedar catatan mengenai karir al-Syirazi: puncak karir intelektual al-Syirazi dicapai di Baghdad saat dia menjabat sebagai profesor di bidang fiqh mazhab Syafi'i di al-Madrasah al-Nizamiyyah atau Nizamiyyah College yang didirikan oleh Nizam al-Mulk (w. 1092), seorang perdana menteri dalam kesultanan Saljuk yang dikenal cinta ilmu. Sebagaimana kita tahu, fokus pengajaran di Madrasah Nizamiyyah di Baghdad (ada cabangnya yang lain di beberapa wilayah, seperti Nisapur) adalah kalam atau teologi menurut akidah Ash'ariyyah dan fiqh menurut mazhab Syafi'i. Madrasah ini bisa dianggap sebagai bertanggung jawab atas tersebarnya doktrin Asy'ariyyah di dunia Sunni sejak abad kelima Hijriyah.

Yang menarik adalah format kitab al-Tabsirah ini. Tidak sebagaimana karya-karya ushul fiqh belakangan, kitab ini ditulis dengan gaya dialektik atau jadal. Hampir seluruh pembahasan dalam buku ini berisi perdebatan antara posisi intelektual yang diambil al-Syirazi berhadapan dengan lawan-lawannya. Kalau kita telaah dengan cermat, gaya kitab ini persis dengan kitab al-Risalah yang ditulis oleh Imam Syafi'i. Kedua kitab itu merupakan semacam polemik untuk mempertahankan suatu tesis tertentu melawan lawan-lawan diskusi yang ada di seberang. Inilah yang disebut dengan jadal -dikenal sebagai disputatio dalam tradisi dunia Latin yang saya duga terpengaruh oleh tradisi dalam Islam.

Debat semacam ini bisa diinterpretasikan bahwa usul fiqh sebagai sebuah disiplin belum seluruhnya mapan benar pada tahap itu, yakni abad empat dan lima. Meskipun pada masa al-Syirazi, ushul fiqh tentu sudah berkembang lebih jauh dibanding pada masa Imam al-Syafi'i yang hidup dua abad sebelumnya. Karena belum seluruhnya mapan, maka dapat kita maklumi jika kita melihat perdebatan yang sengit dalam kitab itu antara al-Shirazi dan lawan-lawannya. Ini persis dengan debat antara Imam al-Syafi'i dan lawan-lawannya dalam al-Risalah (yang dianggap sebagai buku pertama yang meletakkan landasan di bidang ushul fiqh). Kita bisa menyaksikan perdebatan semacam ini dalam tahan formasi atau perkembangan awal sebuah disiplin ilmu.

Kitab al-Tabsirah ini dibuka dengan cara yang tak lazim seperti kita kenal dalam karya-karya usul fiqh dalam periode belakangan. Umumnya kitab-kitab usul fiqh yang lain dibuka dengan pembicaraan tentang pengertian mengenai ujaran Tuhan (al-khithab) dan hukum (al-hukm al-syar'i) serta karakternya. Karya al-Syirazi ini dibuka dengan sebuah pembahasan tentang teori perintah (al-amr). Ini bisa dimengerti karena "perintah" adalah fondasi dalam hukum Islam.

Ada aspek yang menarik dalam bab pembukaan tentang teori perintah ini. Meskipun secara umum al-Syirazi mengikuti doktrin Asy'ariyyah, tetapi dalam buku ini seringkali dia mengambil posisi intelektual yang independen. Dalam diskusi soal apakah perintah memiliki redaksi atau ekpresi verbal tertentu, misalnya, dia mengambil posisi yang berbeda dengan kelompok Asy'ariyyah. Menurut kelompok yang terakhir ini, perintah tidak memiliki redaksi atau ekspresi verbal tertentu. Kata "if'al" yang artinya "kerjakanlah" dan dianggap sebagai bentuk paling standar dari sebuah perintah tidak secara intrinsik mengandung efek amar atau perintah kecuali ada konteks atau bukti lain yang menyertainya -apa yang dalam ushul fiqh disebut dengan "qarinah". Ini adalah pendapat kelompok Asy'ariyyah.

al-Syirazi mengambil posisi yang berbeda. Dia berpendapat bahwa secara intrinsik ungkapan "kerjakanlah" dan semacamnya mengandung makna perintah lepas dari bukti-bukti pendukung eksternal. Dengan kata lain, ujaran mengandung makna dalam dirinya sendiri.

Dua teori ini, menurut saya, sangat menarik jika dielaborasi lebih lanjut untuk melihat asumsi-asumsi (katakan saja semacam "pre-conscious") yang dianut oleh sarjana fikih klasik tentang karakter ujaran atau bahasa. Ini tentu wilayah riset yang sangat menarik. Teori al-Syirazi agak mirip-mirip dengan teori sastra dari kalangan formalis seperti dikembangkan oleh Roman Jakobson -bahwa teks sastra bisa berdiri bendiri sebagai sebuah sistem yang lengkap tanpa mengandaikan konteks eksternal di luar dirinya. Sementara itu, teori Asy'ariyah lebih dekat dengan teori sastra kontekstual (jika istilah ini bisa dipakai). Tentu ini perbandingan yang tak seluruhnya tepat, sekedar untuk mendekatkan perdebatan klasik dalam khazanah Islam dengan perdebatan serupa di era modern.

Teori kelompok Asy'ariyah terus terang menarik perhatian saya. Tepatnya, saya lebih simpati kepada pendapat kelompok ini ketimbang pendapat al-Syirazi. Jika ujaran tidak bisa mengandung makna tanpa mempertimbangkan konteks tertentu, tentu hal ini mempunyai dampak yang sangat "radikal" dalam memahami teks-teks agama, terutama teks Quran dan Sunnah.

Secara praktis, misalnya, kita bisa mengatakan hal berikut ini: jika ada sebuah "sunnah qauliyyah" atau ujaran Nabi yang secara verbal diucapkan dalam bentuk perintah (misalnya "panjangkan jenggot"), maka ujaran itu tidak dengan sendirinya menunjuk kepada makna tertentu (dalam konteks contoh yang saya sebut di atas berarti perintah memanjangkan jenggot) tanpa melihat konteks pendukung. Ujaran itu sendiri tak mampu men-generate suatu makna atau pengertian dari dalam dirinya sendiri. Pendapat kelompok Asy'ariyyah ini jelas lebih berwatak kontekstual dan "historis".

Ini berbeda dengan pendapat al-Syirazi yang cenderung lebih "tekstual", atau tepatnya "internalistik" -dalam pengertian, suatu teks bisa menunjuk kepada suatu makna dan pengertian tertentu dari dalam dirinya sendiri.

Ini hanyalah salah satu cara untuk meng-interpretasi teks klasik dari al-Syirazi. Tentu interpretasi ini terbuka pada kritik. Saya melihat, debat soal teori perintah dalam karya klasik ushul fiqh ini sangat membantu untuk memperkaya debat-debat Islam di era modern sekarang yang dalam beberapa hal mengulang tema lama, tetapi kadang dengan argumentasi yang kurang kreatif.

Karya al-Syirazi ini menantang sarjana Muslim modern, antara lain untuk melihat bagaimana tradisi "disputatio" atau debat dialektis berlangsung dan dipraktekkan di masa klasik Islam. Al-Syirazi sendiri adalah seorang "dialectician" atau pelaku debat yang handal. Dia menulis semacam manual bagaimana seorang harus berdebat dalam lingkungan fikih. Untuk tujuan ini, dia menulis buku al-Ma'unah fi al-Jadal (Panduan untuk Berdebat).

Banyak karya yang ditulis oleh sarjana Islam klasik mengenai etika berdebat (adab al-munazarah) ini. Salah satu karya yang terkenal dalam bidang ini adalah kitab karangan seorang sarjana fikih dari lingkungan mazhab Hanbali, Ibn 'Aqil al-Hanbali, "Kitab al-Jadal 'Ala Tariqat al-Fukaha." Sayang sekali, karya-karya ini, setahu saya, sudah tak pernah lagi dibaca di pesantren atau lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
 
Semoga catatan sederhana tentang karya al-Syirazi ini berguna.
 

Friday, August 3, 2012

AL-TANBIH


Kitab al-Tanbih merupakan sebuah rujukan fiqh utama dalam Mazhab al-Syafi’i. Ia merupakan sebuah karya al-Imam Abu Ishaq Ibrahim al-Syairazi al-al-Fairuzabadi (393-476H). Kitab al-Tanbih disusun sebagai ringkasan kitab al-Ta’liqat karya al-Qadhi Abu Hamid  al-Isfirayini (344-406H). Di mana kitab al-Ta'liqat pula merupakan huraian bagi kitab al-Mukhtashar karya al-Imam al-Muzani (246H)

Di samping kitab al-Tanbih, beliau juga mempunyai sebuah kitab lagi yang masyhur menjadi rujukan utama dalam Mazhab al-Syafi’i, iaitu Kitab al-Muhazzab.


Imam al-Nawawi r.h telah mengkategorikan Kitab al-Tanbih dalam lima kitab rujukan utama mazhab al-Syafi’i, iaitu;
  1. Mukhtashar al-Muzani, karya Abu Ibrahim al-Muzani,
  2. al-Muhazzab,  karya Abu Ishaq al-Syairazi
  3. al-Tanbih, karya Abu Ishaq al-Syairazi,
  4. al-Wasith, karya Abu Hamid al-Ghazali,
  5. al-Wajiz, karya Abu Hamid al-Ghazali.


 Manhaj Penyusunan Kitab al-Tanbih
Kitab al-Tanbih disusun dalam bentuk matan yang ringkas, tetapi meliputi berbagai tajuk penting dalam ilmu fiqh. Secara umumnya Abu Ishaq al-Syirazi telah membahagikan  Matan al-Tanbih kepada beberapa kitab dan bab dalam menghuraikan isi kandungannya. Berikut antara manhaj penyusunan kitab al-Tanbih;
  1. Kandungan al-Tanbih dibahagi kepada 14 Kitab: iaitu al-Thaharah, al-Shalah, al-Jana-iz, al-Zakat, al-Shiyam, al-Haj, al-Buyu’, al-Fara-idh, al-Nikah, al-Aiman, al-Nafaqat, al-Jinayat, al-Aqdhiyah, dan al-Syahadat. Setiap kitab pula mengandungi beberapa buah bab. Manakala setiap bab pula mengandungi beberapa masalah yang berkaitan dibincangkan.
  2. Kandungan al-Tanbih disusun dalam bentuk ringkasan terhadap beberapa masalah utama dalam bab fiqh. Beliau telah menerangkan metod penyusunan al-Tanbih dalam muqaddimahnya: “ Kitab ini merupakan sebuah ringkasan (mukhtashar) dalam usul Mazhab al-Syafi’i r.’a ”.
  3. Setiap perbahasan kandungan al-Tanbih tidak disertakan dengan dalil. Ini merupakan kaedah biasa bagi setiap kitab yang disusun dalam bentuk matan ringkas.
  4. Tidak disebutkan pengertian setiap bab dengan pengertian dari sudut istilahnya.
  5. Dalam beberapa masalah yang dibincangkan, penyusun kadangkala menyebutkan beberapa pendapat ulama, namun beliau tidak menyebutkan nama ulama tersebut.
  6. Penyusun ada menshahihkan beberapa pendapat ulama dalam beberapa masalah, namun ia sangat sedikit sahaja.

Kitab-kitab yang disusun berkaitan dengan kitab al-Tanbih.


Para ulama selepas Abu Ishaq al-Syirazi telah menyusun beberapa buah kitab yang berkaitan dengan Matan al-Tanbih sama ada berbentuk huraian (syarah), ringkasan (mukhtashar), nadzam, nukat, tashhih, ta’liqah dan tahrir. Berikut antara kitab-kitab tersebut, yang disusun mengikut susunan tahun wafat pengarangnya.  


Syarah kitab al-Tanbih:


1. Tawjih al-Tanbih, sebuah syarah yang ringkas - karya al-Imam Abu al-Hasan Muhammad bin Mubarak Muhammad al-‘Ukbari, yang terkenal dengan ‘ Ibn al-Khall al-Syafi’i  (552H).


2.  Syarh al-Imam Abu al-‘Abbas Ahmad bin al-Imam Musa bin Yunus al-Mawshuli (622H).


3.  al-Mudhih,  Syarh  Shayin al-Din ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdul Karim al-Jili (632H).


4. Syarh al-Hafidz  Zakiy al-Din ‘Abdul ‘Adzim bin ‘Abdul Qawiy al-Munziri al-Syafi’i (656H).


5. Syarh Nashir al-Din Abdullah bin ‘Umar al-Syirazi (685H). Beliau telah mensyarahkannya dalam 3 jilid yang agak tebal.


6.  al-Isyraq fi Syarh Tanbih Abi Ishaq, karya al-Imam Kamal al-Din Ahmad bin ‘Isa bin Ridhwan al-‘Asqalani (689H), yang terkenal dengan nama ‘ al-Qalyubi ’. Beliau mensyarahkannya dalam 12 jilid.


7.  Syarh al-Imam Muhib al-Din Abu al-‘Abbas Ahmad bin ‘Abdullah al-Thabari al-Makkiy (694H).


8.  al-Iqlid li Dar-i al-Taqlid, karya al-Imam Taj al-Din Abdul Rahman bin Ibrahim (690H), yang terkenal dengan ‘ al-Farkah al-Syafi’i  ’. Beliau tidak sempat menyempurnakan syarahnya.


9. Syarh al-Imam ‘Alam al-Din Abdul Karim bi ‘Ali al-‘Iraaqi al-Syafi’i (704H).


10.  Kifayah al-Nabih,  karya al-Imam Najm al-Din Ahmad bin Muhammad bi ‘Aliy, yang terkenal dengan ‘ Ibn al-Rif’ah ’  (710H).


11.  Syarh Muhammad bin Abi Manshur bin ‘Abdul Mun’im bin Hasan al-Syaibi (720H).


12. Tuhfah al-Nabih fi Syarh al-Tanbih,  karya al-Syeikh Majd al-Din bin Isma’il bin ‘Abdul ‘Aziz al-Sankalumi al-Syafi’i  (740H).


13.  Syarh Dhiya-u al-Din Muhammad bin Ibrahim al-Munawi (746H).


14. Syarh ‘Alaa-u al-Din ‘Aliy bin Abdul Kafiy al-Subki (747H).


15. al-Kifayah Syarh al-Tanbih, karya al-Imam Abu Hafsh ‘Umar bi Aliy bi al-Mulqan al-Syafi’i (804H).


16.  Syarh al-Qadhiy Taqiy al-Din Abu Bakr bin Ahmad, yang terkenal dengan ‘ Qadhiy Syahbah al-Syafi’i al-Dimasyqi ’ (851H).


17.  al-Wafiy Syarh al-Tanbih, karya al-Imam Jalal al-Din Abdul Rahman bin Abu Bakr al-Sayuthi (911H). Beliau tidak sempat menyempurnakan syarahnya.


18. Irsyad al-Faqih ila Ma'rifah Adillah al-Tanbih, karya al-Imam 'Imad al-Din Ibn Katsir.


Kitab Mukhtashar / Ringkasan Tanbih
1. al-Nabih fi Ikhtishar al-Tanbih, karya Taj al-Din Abdul Rahim bin Muhammad al-Mawshuli (761H).


2.  Mukhtashar Jalal al-Din Muhammad bin Ahmad al-Mahalli (864H).


3. Maslak al-Nabih fi Talkhis al-Tanbih, karya al-Imam Muhib al-Din Abu al-‘Abbas Ahmad al-Thabari (694H),


4.  al-Lubab, karya Abu al-Farj Mufdhal bin Mas’ud al-Tanukhi.


5. Mukhtashar  Syaraf al-Din Abu al-Qasim Hibatullah bin Abdul Rahim al-Baruzi al-Hamawi al-Syafi’I ( 738H).


Kitab Nazham  bagi Kitab al-Tanbih;


1. Nazham Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Abu Zuwid  al-Syaibani al-Yamani.


2.  Nazham Ja’far bi Ahmad bin al-Siraj (500H)


3.  Nazham Sa’id al-Din Abdul Aziz bin Ahmad al-Diriy (697H).


4.  Nazham Dhiya-u al-Din ‘Aliy bin Salim al-Azra-iI (731H),


5.  al-Rawdh al-Nazih fi Nuzhum al-Tanbih , karya Syihab al-Din Ahmad bin Saif al-Din al-Dzahiri (753H)


6. Nazham Abdul Aziz bin Ahmad bin Sa’id al-Damiri (694H).


Nukat bagi Kitab al-Tanbih;
1.  Nukat Muhammad bin Ismail bin Ali al-Faqih , yang terkenal dengan ‘ Ibn Abu al-Saif ‘ (609H).


2. Nukat ‘ala al-Tanbih, karya al-Imam Muhyi al-Din Yahya bin Syaraf al-Nawawi (676H).


3.  Nukat Sughra / Nukat Kubra, karya Muhib al-Din Ahmad bin Abdullah al-Thabari (694H).


4. Nukat Kamal al-Din Ahmad bin Umar bin Ahmad al-Nasyani  al-Qahiri (757H).


Tashhih bagi al-Tanbih:
  1. al-‘Umdah fi Tashhih al-Tanbih, karya al-Imam al-Nawawi.
  2. Irsyad al-Nabih ila Tashhih al-Tanbih, karya al-Imam Abu Hafsh ‘Umar bin ‘Aliy bin al-Mulqan al-Syafi’I (804H).
  3. Tashhih Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-Bami al-Qahiri al-Mishri (885H).

Ta’liqat bagi al-Tanbih:


  1. al-Iqlid, karya Burhan al-Din Ibrahim Ibrahim bin Abdul Rahman bin Ibrahim bin Siba’ al-Fazari al-Mishri (729H).
  2. Ta’liqah ‘Abdul Mun’im bin Ahmad bin Abu Bakr al-Anshari al-Mishri (695H).


Tahrir bagi Alfadz al-Tanbih;
  1. Tahrir Alfadz al-Tanbih, karya al-Imam Muhyi al-Din Yahya bin Syaraf al-Nawawi (676H).

Link download Kitab al-Tanbih: http://www.archive.org/download/al_t…al_tanbeeh.pdf