Kitab al-Mustakhlash Fi Tazkiyah
al-Anfus merupakan karya al-Syaikh
Sa'id Hawwa yang menerangkan konsep tazkiyah
al-nafs yang sepadu yang sebahagian besar kandungannya berdasarkan
kandungan kitab Ihya' Ulumuddin karya
Hujjatul Islam al-Ghazali. Berikut dilampirkan
muqaddimah penyusunnya (berdasarkan
edisi terjemahan dalam bahasa Indonesia : Mensucikan Jiwa - Konsep Tazkiyatun-nafs
Terpadu -terbitan Robbani Press) yang menerangkan secara ringkas kandungan kitab ini;
Para Rasul 'alaihimush shalatu
wassalam diutus untuk mengingatkan kita kepada ayat-ayat Allah, mengajarkan
hidayah-Nya dan mensucikan jiwa dengan ajaran-Nya. Ta'lim, tadzkir dan tazkiyah
termasuk missi terpenting para Rasul. Perhatikanlah kebenaran hal ini dalam
do'a Nabi Ibrahim untuk anakcucunya:
"Wahai Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka,
yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka al-Kitab dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Perkasa iagi Maha Bijaksana." (al-Baqarah: 129)
Perhatikanlah jawaban terhadap do'a
dan karunia atas ummat ini di dalam firman Allah:
"Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan al-Kitab dan hikmah,
serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."(al-Baqarah:
151)
Musa as telah berkata kepada Fir'aun:
"Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri. Dan kamu akan ku pimpin
ke jalan Tuhanmu agar kamu takut kepada-Nya." (an-Nazi'at: 18-19)
Allah berfirman:
"……yang
menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.(al-Lail: 17-18)
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams: 9-10)
Jelas bahwa tazkiyatun-nafs termasuk
missi para Rasul, sasaran orangorang yang bertaqwa, dan menentukan keselamatan
atau kecelakaan di sisi Allah. Tazkiyah secara etimologis punya dua makna:
Penyucian dan pertumbuhan. Demikian pula maknanya secara istilah. Zakatun-nafsi
artinya penyucian (tathahhur) jiwa dari segala penyakit dan cacat,
merealisasikan {tahaqquq) berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma' dan
shifat sebagai akhlaqnya (takhalluq). Pada akhirnya tazkiyah adalah tathahhur,
tahaqquq dan takhalluq. Kesemuanya ini memiliki berbagai sarana yang syaf'i,
hakekat dan hasil-hasil yang syar'i pula. Dampak dan pengaruhnya akan nampak
pada perilaku dalam berinteraksi dengan Allah dan makhluq, dan dalam mengendalikan
anggota badan sesuai perintah Allah. Barangkali rincian masalah ini merupakan
isi terpenting dari buku ini.
Tazkiyah hati dan jiwa hanya bisa
dicapai melalui berbagai ibadah dan amal perbuatan tertentu, apabila
dilaksanakan secara sempurna dan memadai. Pada saat itulah terealisir dalam
hati sejumlah makna yang menjadikan jiwa tersucikan dan memiliki sejumlah
dampak dan hasil padaseluruh anggota badan seperti lisan, mata, telinga dan
lainnya. Hasil yang paling nyata dari jiwa yang tersucikan ialah adab dan
mu'amalah yang baik kepada Allah dan manusia. Kepada Allah berupa pelaksanaan
hak-hak-Nya termasuk di dalamnya mengorbankan jiwa dalam rangka jihad di
jalan-Nya. Sedangkan kepada manusia, sesuai dengan ajaran, tuntutan maqam dan
taklif Ilahi.
Jadi, tazkiyah memiliki berbagai
sarana seperti shalat, infaq, puasa, haji, dzikir, fikir, tilawah al-Qur'an,
renungan, muhasabah, dan zikrul maut (ingatkan mati): apabila dilaksanakan
secara sempurna dan memadai. Di antara pengaruhnya ialah terealisirnya tauhid,
ikhlas, shabar, syukur, cemas, harap, santun, jujur kepada Allah dan cinta
kepada-Nya, di dalam hati. Dan terhindarkannya dari hal-hal yang bertentangan
dengan semua hal tersebut seperti riya', 'ujub, ghurur, marah karena nafsu atau
karena syetan. Dengan demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya
nampak pada terkendalikannya anggota badan sesuai peritah Allah dalam
berhubungan dengan keluarga, tetangga, masyarakat dan manusia.
Hal yang terjadi
bahwa tazkiyatul anfus mengalami kelemahan generasi demi generasi sehingga
menuntut pembaruan yang berkesinambungan. Seperti halnya setiap hari lahir
jiwa-jiwa baru di dalam ummat ini, demikian pula tazkiyah seharusnya menyertai
jiwa-jiwa tersebut. Barangkali kelemahan tazkiyah di abad kita lebih banyak
ketimbang pada abad-abad yang lalu sehingga memerlukan pembicaraan khusus
tentang tazkiyah. Hal inilah yang menjadi pendorong lahirnya jerih payah ini.
Oleh sebab itu, pembicaraan terfokus pada sarana tazkiyah, bagaimana ditunaikan
secara sempurna pada berbagai maqam hati, penyakit-penyakitnya dan akhlaqnya
yang shalih. Juga pada adab berbagai hubungan. Semua itu terkait secara
langsung dengan tazkiyatul anfus.
Kami memilih untuk mengambil intisari
sebagian besar nilai-nilai ini dari kitab Ihya' 'Ulumiddin yang ditulis oleh Hujjatul
Islam Muhammad al-Ghazali karena beberapa sebab:
1)
al-Ghazali
menghadapi kelemahan kehidupan spiritual di zamannya sebagaimana yang kita
hadapi sekarang. Penyakitnya sama sedangkan al-Ghazali telah menjelaskan
obatnya dengan baik.
2)
Berbagai masalah
yang dibahasnya meliputi apa yang telah disebutkan oleh para pendahulunya,
sehingga kitabnya memuat hal yang tidak ada di dalam kitab lain. Kitab apa saja
menyangkut masalah ini berhutang budi kepadanya.
3)
Di dalam Ihya',
tertuang intelektualitas dan analisis al-Ghazali. la adalah tumpuan harapan realisasi
semua yang diyakini dan ditulisnya. Oleh sebab itu, pembicaraannya punya
kekuatan dan tenaga di dalam jiwa, yang tidak ada bandingannya dalam
pembicaraan para penulis lainnya. Setiap orang yang berinteraksi dengan Ihya'
pasti merasakan hal ini. Tetapi Ihya' itu sendiri, sebagaimana kitab manusia
yang lain, mengandung banyak kekurangan sehingga sebagian peneliti menolak
sebagian isinya. Di samping itu, pembahasannya terbagi atas beberapa bagian:
Sebagian lebih dekat kepada fiqh, sebagian lagi lebih dekat kepada nasehat,
analisa, ilmu syari'at, ilmu logika atau tazkiyatun-nafs yang kita inginkan.
Oleh karena itu, kami berusaha keras untuk membuat semacam ringkasan Ihya'.
Tetapi hal ini pun tidak terlepas
dari adanya hal-hal yang menimbulkan penolakan sebagian kalangan. Di samping'
sebagiannya terlalu panjang dan sebagiannya lagi sangat rumit. Oleh karena itu,
saya buang sebagian pembahasannya yang saya anggap tidak diperlukan. Berikut
ini penjelasan metodologi yang saya tempuh dalam membuat ringkasan dan seleksi
ini:
1) Saya pilih apa
yang sangat diperlukan di zaman kita, mengingat kurangnya peringatan
terhadapnya.
2) Kemudian hal
yang sekiranya bisa menimbulkan perdebatan saya hilangkan, sebagaimana saya
hapuskan pula hal yang terlalu rumit dan panjang agar para pembaca tidak bosan
dan bisa difahami oleh semua orang. Kemudian saya buang pula hadits dha'if dan
kesimpulan-kesimpulan yang didasarkan kepadanya, walapun hadits dha'if tidak
berarti palsu bahkan berkemungkinan masih merupakan sabda Rasulullah saw. Nash-nash
Sunnah yang saya cantumkan. saya sertakan pula komentar al-Iraqi terhadapnya
secara singkat, agar pembaca mengetahui derajat riwayat dan tempat
keberadaannya dengan perubahan penomoran. Hanya saja ada sejumlah riwayat para
Imam hadits yang derajatnya tidak disebutkan oleh al-Iraqi tetapi maknanya
shahih. Sebagian riwayat ini saya sebutkan dan saya menganggap masalah ini
sangat luas. Juga saya buang riwayat-riwayat yang dinisbatkan kepada para Rasul
terdahulu, karena riwayat-riwayat ini perlu penelitian yang tidak bisa kami
lakukan, sekalipun ada beberapa pendapat yang membolehkan
periwayatannya.Demikian pula saya buang pembicaraan tentang keghaiban baik yang
berkenaan dengan masalah akhirat atau alam ghaib, jika tidak ada dasarnya di
dalam al-Qur'an atau Sunnah yang shahih. Sebagaimana saya juga membuang apa
yang sekiranya menimbulkan penolakan sebagian peneliti.
Hanya saja semata-mata seleksi dari
sebuah buku tidak dengan sendirinya bisa membentuk konsep yang utuh, di samping
kehilangan matarantai, relevansi dan alur. Tetapi saya ingin menyuguhkan konsep
yang utuh tentang tazkiyah yang didasarkan pada kajian al-Ghazali, sehingga
saya harus membuat susunan bab, sistematika dan pendahuluan bagi setiap bab,
fashal dan sebagian pembahasan. Di samping saya hanya menulis sebagian tema
agar buku ini menjadi utuh seperti batangan emas murni.
Banyak orang yang berpegang kepada
kitab Ihya' dan menilainya sebagai kitab yang tidak ada bandingannya dalam
Islam. Bahkan sebagian orang sangat fanatik kepada Ihya' sehingga hampir
mengharamkan upaya peninjauan terhadapnya.
Menurut saya, di dalam Ihya' terdapat
nilai-nilai yang mencerminkan taufiq Allah kepada syaikh al-Ghazali yang sulit
dicari bandingannya pada kitab lain. Di dalam Ihya' juga terdapat nilai-nilai
yang telah dirumuskan dan ditulis dengan baik sebagaimana rumusan dan tulisan
sebagian ulama' yang lain. Di dalam Ihya' juga terdapat nilai-nilai yang
menjadi pangkal perselisihan dan perbedaan pendapat.
Bila kita kesampingkan kritik para
ulama' peneliti dan aspek-aspek kesamaan antara Ihya' dan kitab lainnya, maka
di dalam Ihya' terdapat bagian-bagian yang hampir menjadi obat yang dipakai
untuk memberikan terapi berbagai problematika di abad al-Ghazali, dan bisa juga
menjadi terapi sebagian besar problematika abad kita yang wujud utamanya adalah
kekosongan spiritual dan dominasi syahwat. Kami telah berupaya menyeleksi hal-hal
seperti itu yang bisa menjadi obat bagi kebanyakan penyakit zaman ini, bahkan
setiap zaman. Kami berharap semoga kami mendapatkan pahala orang-orang yang
berijtihad.
Para murabbi (pendidik dan pembina)
di abad sekarang menghadapi berbagai kondisi yang sangat rawan: Hati kesat dan
berbagai penyakitnya seperti dengki dan 'ujub yang telah tersebar luas. Mu'amalah
yang baik terasa sangat lemah. Jihad, amar ma'ruf dan nahi munkar pun tak pelak
lagi terpengaruh oleh hal-hal tersebut. Oleh karena itu, orang-orang yang
menginginkan pembaruan komitment keislaman harus berfikir untuk menghidupkan
nilai-nilai spiritual dari berbagai bentuk peribadatan, menghiasi jiwa dengan
akhlaq 'ubudiyah, dan membersihkannya dari berbagai naluri kebinatangan dan syaithaniyah.
Sebab dampak langsung dari kematian hati adalah hilangnya nilai-nilai spiritual
keimanan, seperti shabar, syukur dan takut kepada Allah. Hal-hal ini mutlak
diperlukan untuk kehidupan yang baik, karena akibat langsung dari kematian ini
adalah munculnya dengki, 'ujub dan ghurur yang sangat membahayakan kehidupan.
Karena itu, memberikan perhatian kepada nilai-nilai ini merupakan kewajiban
bagi orang-orang yang ingin memperbaiki kehidupan pribadi dan sosial.
Karena tataran mu'amalah dan tataran
perkataan merupakan dua tataran yang paling banyak terpengaruh oleh berbagai
kekurang-sempurnaan ibadah dan berbagai penyakit hati maka kedua tataran ini sangat
memerlukan pembaruan (tajdid) dan aktualisasi (ihya'). Kedua hal ini kami
berikan perhatian dalam buku ini.
Kami telah menulis buku Tarbiyatuna ar-Ruhiyah (edisi Indonesia
berjudul Jalan Ruhani, terbitan Mizan, pent.) dengan tujuan menghidupkan pembahasan
tentang nilai-nilai ini, tetapi aspek perinciannya sangat sedikit sekali.
Mengingat buku-buku yang membahas
masalah ini banyak mendapatkan kritik dari sebagian orang karena banyak
mencampur-adukkan antara yang samar dengan yang jelas dan kadang-kadang antara
bid'ah dengan Sunnah, maka akan sangat bermaslahat jika kita menyeleksi
pembicaraan orang yang membahas hal-hal seperti ini dengan hal-hal yang bisa
memenuhi berbagai kebutuhan di samping berbagai aspek amaliyah dan perincian
dalam ilmu tazkiyah. Juga dengan hal-hal yang diperlukan oleh proses pembaruan
nilai-nilai keimanan dan adab berbagai interaksi. Kedua masalah ini termasuk
hal yang sangat diperlukan oleh pembaruan amaliyah keislaman. Oleh sebab itu, seleksi
dari Ihya' ini sangat detil dan terfokus pada intisari.
Saya menyeleksi berbagai aspek
qalbiyah yang harus menyertai berbagai bentuk ibadah, dan penyakit-penyakit
utama yang harus dijauhkan dari hati seperti dengki, dan berbagai aspek utama
yang wajib terealisasi dalam hati seperti syukur, tawakal, khauf dan mahabbah,
juga berbagai aspek utama yang harus menjadi akhlaq manusia.
Kemudian saya ringkaskan pula adab
lisan dan adab berbagai hubungan, dimulai dari adab guru dan murid sampai adab
berbagai hubungan dengan kedua orang tua, kerabat dan manusia, dengan disertai
kajian singkat tentang iiwa dan syetan berikut pintu-pintu masuknya kepada
manusia. Saya memandang semua itu termasuk hal yang harus diperhatikan oleh
kaum Muslimin di abad ini.
Gerakan Islam kontemporer tengah
menghadapi kemurtadan dari Islam yang barangkali lebih buruk dari yang pertama,
sehingga seluruh kekuatan ilmiah dan fikriah-nya dikerahkan untuk mengentaskan
manusia darinya. Kemudian muncullah arus pembaruan Islam kontemporer yang
dipelopori oleh ustadz Hasan al-Banna. Beliau tampil menjadi pelopor dalam
setiap kebaikan, pelopor dalam nasehat, ta'lim, tazkiyah dan lainnya, sehmgga
arus pembaruan ini menjalar ke semua hal. Berbagai tuntutan dan kebutuhan langsung
kadang-kadang memerlukan penjelasan secara global dan kadangkadang secara
rinci, sehingga sebagian nilai-nilai tersebut masih tetap bersifat global , di
antaranya menyangkut hakikat perjalanan spiritual menuju Allah.
Oleh karena itu, para murid
madrasah-nya. berkewajiban untuk merincinya karena marhalah yang dihadapi
sekarang menuntut perincian tersebut. Perincian ini harus didasarkan pada
prinsip-prinsip yang telah dijadikan acuan dalam da'wahnya rahimahullah, yaitu
prinsip-prinsip yang telah baku berupa ilmu dan pengalaman yang sangat tinggi
dan komprehensif.
Gerakan Islam kontemporer dalam salah
satu periodenya pernah hanyut ke dalam sikap apologia terhadap Islam dan
menolak berbagai tuduhan dan serangan para konspirator sehingga membuatnya
mengabaikan sebagian kewajiban, di antaranya kewajiban menulis tentang masalah
ini sehingga bisa memenuhi berbagai kebutuhan kaum Muslimin. Karena itu, telah
tiba waktunya untuk menghidupkan nilai-nilai tazkiyah, khususnya setelah
Gerakan [slam semakin luas dan semakin beragam aktivitasnya bahkan telah mulai tirabul
berbagai sudut pandang yang dikhawatirkan akan menyebabkan beberapa hal menjadi
jauh dari yang seharusnya atau menyebabkan lemahnya benih-benih cahaya di dalam
hati.
Sekalipun buku-buku turats (warisan
para ulama' terdahulu) sarat dengan nilai-nilia ini dan banyak di antara
buku-buku tersebut yang bisa dijadikan acuan dalam masalah ini tetapi
kadang-kadang ada hal-hal yang sesuai dengan zaman kita dan kadang-kadang ada
yang berlebih dari apa yang kita perlukan atau kurang bisa memenuhi kebutuhan
seorang Muslim biasa, di samping banyak sekali hal-hal yang diperselisihkan dan
menjadi pangkal perdebatan. Semua itu menuntut para pemerhati masalah ini di
kalangan putra-putri Gerakan Islam agar berfikir untuk menyusun apa yang
menjadi kebutuhan zaman mereka agar mereka tidak hidup dalam kekosongan yang
dipenuhi oleh kesalahan, kesesatan, kelalaian atau kesia-siaan. Buku saya ini
merupakan pengejawantahan dari trend tersebut.
Saya meyakini bahwa kajian-kajian
yang saya sebutkan dalam buku ini termasuk hal yang sebaik-baiknya untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan dari murka-Nya. Bahkan pada
ghalibnya termasuk ilmu yang menjadi fardhu 'ain atas setiap Muslim dan
Muslimah, yang semakin dibutuhkan pada zaman kita yang kosong spiritual ini. Jika
pembaruan Islam meliputi pembaruannya pada tingkat individu, keluarga,
masyarakat, pemerintahan, bangsa, dan kemanusiaan maka ihya' ruhi merupakan
muqaddimah bagi seluruh pembaruan Islam. Jika hati tidak "hidup,"
jiwa tidak tersucikan, tidak ada adab kepada Allah dan makhluq-Nya maka tidak
ada pembaruan di atas permukaan bumi Islam. Oleh sebab itu, buku ini kami
khususkan untuk membahas nilai-nilai ini.
Walaupun jarang ada buku hasil
seleksi dari sebuah buku yang tampil dengan tetap menjaga keutuhan sistematika
pembahasan dan tema-temanya sebagaimana telah saya sebutkan di muka, namun
untuk menghindari hal-hal yang seharusnya dihindari tersebut maka saya
menambahkan banyak tulisan, mengubah susunannya dan membuat pengantar
bab-bab-nya, kemudian tulisan dan tambahan dari saya tersebut saya beri tanda
[...] agar para pembaca bisa membedakan antara tulisan al-Ghazali dan tambahan
yang saya berikan. Buku ini saya bagi menjadi empat bab dan
penutup.
Bab pertama : Tentang Adab Guru dan Murid.
Bab kedua : Was a 'il Tazkiyah berupa berbagai ibadah dan amal perbuatan.
Bab ini
meliputi 13 tasal.
Bab ketiga : Hakikat TazMyatun-nafs. Bab ini meliputi 3 fasal.
Bab keempat : Mengendalikan Lisan dan Adab berbagai hubungan.
Penutup.
Di dalam buku ini para pembaca akan
mendapatkan khazanah nilai yang sangat tinggi dan berbagai tahqiq berkenaan
dengan masalah tazkiyah, yang akan mendorong para pembaca untuk membacanya
berulang-ulang, karena banyak hal yang ada di dalam kajian buku ini termasuk ke
dalam ilmu yang menjadi fardhu 'ain atas setiap Muslim dan Muslimah.
Terjemahan kitab ini boleh dibaca di pautan berikut;
1. http://www.scribd.com/doc/29179758/Said-Hawwa-Tazkiyatun-Nafs-Imam-Al-GhazaliTerjemahan kitab ini boleh dibaca di pautan berikut;
2. http://www.4shared.com/office/td8LH3iX/tazkiyatun_nafs__mensucikan_ji.html
No comments:
Post a Comment