Saturday, October 20, 2012

Kitab al-Mustakhlash Fi Tazkiyah al-Anfus

Kitab al-Mustakhlash Fi Tazkiyah al-Anfus merupakan karya al-Syaikh  Sa'id Hawwa yang menerangkan konsep tazkiyah al-nafs yang sepadu yang sebahagian besar kandungannya berdasarkan kandungan kitab Ihya' Ulumuddin karya Hujjatul Islam al-Ghazali.  Berikut dilampirkan muqaddimah penyusunnya (berdasarkan edisi terjemahan dalam bahasa Indonesia : Mensucikan Jiwa - Konsep Tazkiyatun-nafs Terpadu -terbitan Robbani Press) yang menerangkan secara ringkas kandungan kitab ini;

Para Rasul 'alaihimush shalatu wassalam diutus untuk mengingatkan kita kepada ayat-ayat Allah, mengajarkan hidayah-Nya dan mensucikan jiwa dengan ajaran-Nya. Ta'lim, tadzkir dan tazkiyah termasuk missi terpenting para Rasul. Perhatikanlah kebenaran hal ini dalam do'a Nabi Ibrahim untuk anakcucunya:

"Wahai Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa iagi Maha Bijaksana." (al-Baqarah: 129)

Perhatikanlah jawaban terhadap do'a dan karunia atas ummat ini di dalam firman Allah:

"Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."(al-Baqarah: 151)

Musa as telah berkata kepada Fir'aun:

"Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri. Dan kamu akan ku pimpin ke jalan Tuhanmu agar kamu takut kepada-Nya." (an-Nazi'at: 18-19)

Allah berfirman:

"……yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.(al-Lail: 17-18)

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams: 9-10)

Jelas bahwa tazkiyatun-nafs termasuk missi para Rasul, sasaran orangorang yang bertaqwa, dan menentukan keselamatan atau kecelakaan di sisi Allah. Tazkiyah secara etimologis punya dua makna: Penyucian dan pertumbuhan. Demikian pula maknanya secara istilah. Zakatun-nafsi artinya penyucian (tathahhur) jiwa dari segala penyakit dan cacat, merealisasikan {tahaqquq) berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma' dan shifat sebagai akhlaqnya (takhalluq). Pada akhirnya tazkiyah adalah tathahhur, tahaqquq dan takhalluq. Kesemuanya ini memiliki berbagai sarana yang syaf'i, hakekat dan hasil-hasil yang syar'i pula. Dampak dan pengaruhnya akan nampak pada perilaku dalam berinteraksi dengan Allah dan makhluq, dan dalam mengendalikan anggota badan sesuai perintah Allah. Barangkali rincian masalah ini merupakan isi terpenting dari buku ini.

Tazkiyah hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah dan amal perbuatan tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai. Pada saat itulah terealisir dalam hati sejumlah makna yang menjadikan jiwa tersucikan dan memiliki sejumlah dampak dan hasil padaseluruh anggota badan seperti lisan, mata, telinga dan lainnya. Hasil yang paling nyata dari jiwa yang tersucikan ialah adab dan mu'amalah yang baik kepada Allah dan manusia. Kepada Allah berupa pelaksanaan hak-hak-Nya termasuk di dalamnya mengorbankan jiwa dalam rangka jihad di jalan-Nya. Sedangkan kepada manusia, sesuai dengan ajaran, tuntutan maqam dan taklif Ilahi.

Jadi, tazkiyah memiliki berbagai sarana seperti shalat, infaq, puasa, haji, dzikir, fikir, tilawah al-Qur'an, renungan, muhasabah, dan zikrul maut (ingatkan mati): apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai. Di antara pengaruhnya ialah terealisirnya tauhid, ikhlas, shabar, syukur, cemas, harap, santun, jujur kepada Allah dan cinta kepada-Nya, di dalam hati. Dan terhindarkannya dari hal-hal yang bertentangan dengan semua hal tersebut seperti riya', 'ujub, ghurur, marah karena nafsu atau karena syetan. Dengan demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada terkendalikannya anggota badan sesuai peritah Allah dalam berhubungan dengan keluarga, tetangga, masyarakat dan manusia.

Hal yang terjadi bahwa tazkiyatul anfus mengalami kelemahan generasi demi generasi sehingga menuntut pembaruan yang berkesinambungan. Seperti halnya setiap hari lahir jiwa-jiwa baru di dalam ummat ini, demikian pula tazkiyah seharusnya menyertai jiwa-jiwa tersebut. Barangkali kelemahan tazkiyah di abad kita lebih banyak ketimbang pada abad-abad yang lalu sehingga memerlukan pembicaraan khusus tentang tazkiyah. Hal inilah yang menjadi pendorong lahirnya jerih payah ini. Oleh sebab itu, pembicaraan terfokus pada sarana tazkiyah, bagaimana ditunaikan secara sempurna pada berbagai maqam hati, penyakit-penyakitnya dan akhlaqnya yang shalih. Juga pada adab berbagai hubungan. Semua itu terkait secara langsung dengan tazkiyatul anfus.

Kami memilih untuk mengambil intisari sebagian besar nilai-nilai ini dari kitab Ihya' 'Ulumiddin yang ditulis oleh Hujjatul Islam Muhammad al-Ghazali karena beberapa sebab:

1)      al-Ghazali menghadapi kelemahan kehidupan spiritual di zamannya sebagaimana yang kita hadapi sekarang. Penyakitnya sama sedangkan al-Ghazali telah menjelaskan obatnya dengan baik.

2)     Berbagai masalah yang dibahasnya meliputi apa yang telah disebutkan oleh para pendahulunya, sehingga kitabnya memuat hal yang tidak ada di dalam kitab lain. Kitab apa saja menyangkut masalah ini berhutang budi kepadanya.

3)     Di dalam Ihya', tertuang intelektualitas dan analisis al-Ghazali. la adalah tumpuan harapan realisasi semua yang diyakini dan ditulisnya. Oleh sebab itu, pembicaraannya punya kekuatan dan tenaga di dalam jiwa, yang tidak ada bandingannya dalam pembicaraan para penulis lainnya. Setiap orang yang berinteraksi dengan Ihya' pasti merasakan hal ini. Tetapi Ihya' itu sendiri, sebagaimana kitab manusia yang lain, mengandung banyak kekurangan sehingga sebagian peneliti menolak sebagian isinya. Di samping itu, pembahasannya terbagi atas beberapa bagian: Sebagian lebih dekat kepada fiqh, sebagian lagi lebih dekat kepada nasehat, analisa, ilmu syari'at, ilmu logika atau tazkiyatun-nafs yang kita inginkan. Oleh karena itu, kami berusaha keras untuk membuat semacam ringkasan Ihya'.

Tetapi hal ini pun tidak terlepas dari adanya hal-hal yang menimbulkan penolakan sebagian kalangan. Di samping' sebagiannya terlalu panjang dan sebagiannya lagi sangat rumit. Oleh karena itu, saya buang sebagian pembahasannya yang saya anggap tidak diperlukan. Berikut ini penjelasan metodologi yang saya tempuh dalam membuat ringkasan dan seleksi ini:

1)     Saya pilih apa yang sangat diperlukan di zaman kita, mengingat kurangnya peringatan terhadapnya.

2)    Kemudian hal yang sekiranya bisa menimbulkan perdebatan saya hilangkan, sebagaimana saya hapuskan pula hal yang terlalu rumit dan panjang agar para pembaca tidak bosan dan bisa difahami oleh semua orang. Kemudian saya buang pula hadits dha'if dan kesimpulan-kesimpulan yang didasarkan kepadanya, walapun hadits dha'if tidak berarti palsu bahkan berkemungkinan masih merupakan sabda Rasulullah saw. Nash-nash Sunnah yang saya cantumkan. saya sertakan pula komentar al-Iraqi terhadapnya secara singkat, agar pembaca mengetahui derajat riwayat dan tempat keberadaannya dengan perubahan penomoran. Hanya saja ada sejumlah riwayat para Imam hadits yang derajatnya tidak disebutkan oleh al-Iraqi tetapi maknanya shahih. Sebagian riwayat ini saya sebutkan dan saya menganggap masalah ini sangat luas. Juga saya buang riwayat-riwayat yang dinisbatkan kepada para Rasul terdahulu, karena riwayat-riwayat ini perlu penelitian yang tidak bisa kami lakukan, sekalipun ada beberapa pendapat yang membolehkan periwayatannya.Demikian pula saya buang pembicaraan tentang keghaiban baik yang berkenaan dengan masalah akhirat atau alam ghaib, jika tidak ada dasarnya di dalam al-Qur'an atau Sunnah yang shahih. Sebagaimana saya juga membuang apa yang sekiranya menimbulkan penolakan sebagian peneliti.

Hanya saja semata-mata seleksi dari sebuah buku tidak dengan sendirinya bisa membentuk konsep yang utuh, di samping kehilangan matarantai, relevansi dan alur. Tetapi saya ingin menyuguhkan konsep yang utuh tentang tazkiyah yang didasarkan pada kajian al-Ghazali, sehingga saya harus membuat susunan bab, sistematika dan pendahuluan bagi setiap bab, fashal dan sebagian pembahasan. Di samping saya hanya menulis sebagian tema agar buku ini menjadi utuh seperti batangan emas murni.

Banyak orang yang berpegang kepada kitab Ihya' dan menilainya sebagai kitab yang tidak ada bandingannya dalam Islam. Bahkan sebagian orang sangat fanatik kepada Ihya' sehingga hampir mengharamkan upaya peninjauan terhadapnya.

Menurut saya, di dalam Ihya' terdapat nilai-nilai yang mencerminkan taufiq Allah kepada syaikh al-Ghazali yang sulit dicari bandingannya pada kitab lain. Di dalam Ihya' juga terdapat nilai-nilai yang telah dirumuskan dan ditulis dengan baik sebagaimana rumusan dan tulisan sebagian ulama' yang lain. Di dalam Ihya' juga terdapat nilai-nilai yang menjadi pangkal perselisihan dan perbedaan pendapat.

Bila kita kesampingkan kritik para ulama' peneliti dan aspek-aspek kesamaan antara Ihya' dan kitab lainnya, maka di dalam Ihya' terdapat bagian-bagian yang hampir menjadi obat yang dipakai untuk memberikan terapi berbagai problematika di abad al-Ghazali, dan bisa juga menjadi terapi sebagian besar problematika abad kita yang wujud utamanya adalah kekosongan spiritual dan dominasi syahwat. Kami telah berupaya menyeleksi hal-hal seperti itu yang bisa menjadi obat bagi kebanyakan penyakit zaman ini, bahkan setiap zaman. Kami berharap semoga kami mendapatkan pahala orang-orang yang berijtihad.

Para murabbi (pendidik dan pembina) di abad sekarang menghadapi berbagai kondisi yang sangat rawan: Hati kesat dan berbagai penyakitnya seperti dengki dan 'ujub yang telah tersebar luas. Mu'amalah yang baik terasa sangat lemah. Jihad, amar ma'ruf dan nahi munkar pun tak pelak lagi terpengaruh oleh hal-hal tersebut. Oleh karena itu, orang-orang yang menginginkan pembaruan komitment keislaman harus berfikir untuk menghidupkan nilai-nilai spiritual dari berbagai bentuk peribadatan, menghiasi jiwa dengan akhlaq 'ubudiyah, dan membersihkannya dari berbagai naluri kebinatangan dan syaithaniyah. Sebab dampak langsung dari kematian hati adalah hilangnya nilai-nilai spiritual keimanan, seperti shabar, syukur dan takut kepada Allah. Hal-hal ini mutlak diperlukan untuk kehidupan yang baik, karena akibat langsung dari kematian ini adalah munculnya dengki, 'ujub dan ghurur yang sangat membahayakan kehidupan. Karena itu, memberikan perhatian kepada nilai-nilai ini merupakan kewajiban bagi orang-orang yang ingin memperbaiki kehidupan pribadi dan sosial.

Karena tataran mu'amalah dan tataran perkataan merupakan dua tataran yang paling banyak terpengaruh oleh berbagai kekurang-sempurnaan ibadah dan berbagai penyakit hati maka kedua tataran ini sangat memerlukan pembaruan (tajdid) dan aktualisasi (ihya'). Kedua hal ini kami berikan perhatian dalam buku ini.

Kami telah menulis buku Tarbiyatuna ar-Ruhiyah (edisi Indonesia berjudul Jalan Ruhani, terbitan Mizan, pent.) dengan tujuan menghidupkan pembahasan tentang nilai-nilai ini, tetapi aspek perinciannya sangat sedikit sekali.

Mengingat buku-buku yang membahas masalah ini banyak mendapatkan kritik dari sebagian orang karena banyak mencampur-adukkan antara yang samar dengan yang jelas dan kadang-kadang antara bid'ah dengan Sunnah, maka akan sangat bermaslahat jika kita menyeleksi pembicaraan orang yang membahas hal-hal seperti ini dengan hal-hal yang bisa memenuhi berbagai kebutuhan di samping berbagai aspek amaliyah dan perincian dalam ilmu tazkiyah. Juga dengan hal-hal yang diperlukan oleh proses pembaruan nilai-nilai keimanan dan adab berbagai interaksi. Kedua masalah ini termasuk hal yang sangat diperlukan oleh pembaruan amaliyah keislaman. Oleh sebab itu, seleksi dari Ihya' ini sangat detil dan terfokus pada intisari.

Saya menyeleksi berbagai aspek qalbiyah yang harus menyertai berbagai bentuk ibadah, dan penyakit-penyakit utama yang harus dijauhkan dari hati seperti dengki, dan berbagai aspek utama yang wajib terealisasi dalam hati seperti syukur, tawakal, khauf dan mahabbah, juga berbagai aspek utama yang harus menjadi akhlaq manusia.

Kemudian saya ringkaskan pula adab lisan dan adab berbagai hubungan, dimulai dari adab guru dan murid sampai adab berbagai hubungan dengan kedua orang tua, kerabat dan manusia, dengan disertai kajian singkat tentang iiwa dan syetan berikut pintu-pintu masuknya kepada manusia. Saya memandang semua itu termasuk hal yang harus diperhatikan oleh kaum Muslimin di abad ini.

Gerakan Islam kontemporer tengah menghadapi kemurtadan dari Islam yang barangkali lebih buruk dari yang pertama, sehingga seluruh kekuatan ilmiah dan fikriah-nya dikerahkan untuk mengentaskan manusia darinya. Kemudian muncullah arus pembaruan Islam kontemporer yang dipelopori oleh ustadz Hasan al-Banna. Beliau tampil menjadi pelopor dalam setiap kebaikan, pelopor dalam nasehat, ta'lim, tazkiyah dan lainnya, sehmgga arus pembaruan ini menjalar ke semua hal. Berbagai tuntutan dan kebutuhan langsung kadang-kadang memerlukan penjelasan secara global dan kadangkadang secara rinci, sehingga sebagian nilai-nilai tersebut masih tetap bersifat global , di antaranya menyangkut hakikat perjalanan spiritual menuju Allah.

Oleh karena itu, para murid madrasah-nya. berkewajiban untuk merincinya karena marhalah yang dihadapi sekarang menuntut perincian tersebut. Perincian ini harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang telah dijadikan acuan dalam da'wahnya rahimahullah, yaitu prinsip-prinsip yang telah baku berupa ilmu dan pengalaman yang sangat tinggi dan komprehensif.

Gerakan Islam kontemporer dalam salah satu periodenya pernah hanyut ke dalam sikap apologia terhadap Islam dan menolak berbagai tuduhan dan serangan para konspirator sehingga membuatnya mengabaikan sebagian kewajiban, di antaranya kewajiban menulis tentang masalah ini sehingga bisa memenuhi berbagai kebutuhan kaum Muslimin. Karena itu, telah tiba waktunya untuk menghidupkan nilai-nilai tazkiyah, khususnya setelah Gerakan [slam semakin luas dan semakin beragam aktivitasnya bahkan telah mulai tirabul berbagai sudut pandang yang dikhawatirkan akan menyebabkan beberapa hal menjadi jauh dari yang seharusnya atau menyebabkan lemahnya benih-benih cahaya di dalam hati.

Sekalipun buku-buku turats (warisan para ulama' terdahulu) sarat dengan nilai-nilia ini dan banyak di antara buku-buku tersebut yang bisa dijadikan acuan dalam masalah ini tetapi kadang-kadang ada hal-hal yang sesuai dengan zaman kita dan kadang-kadang ada yang berlebih dari apa yang kita perlukan atau kurang bisa memenuhi kebutuhan seorang Muslim biasa, di samping banyak sekali hal-hal yang diperselisihkan dan menjadi pangkal perdebatan. Semua itu menuntut para pemerhati masalah ini di kalangan putra-putri Gerakan Islam agar berfikir untuk menyusun apa yang menjadi kebutuhan zaman mereka agar mereka tidak hidup dalam kekosongan yang dipenuhi oleh kesalahan, kesesatan, kelalaian atau kesia-siaan. Buku saya ini merupakan pengejawantahan dari trend tersebut.

Saya meyakini bahwa kajian-kajian yang saya sebutkan dalam buku ini termasuk hal yang sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan dari murka-Nya. Bahkan pada ghalibnya termasuk ilmu yang menjadi fardhu 'ain atas setiap Muslim dan Muslimah, yang semakin dibutuhkan pada zaman kita yang kosong spiritual ini. Jika pembaruan Islam meliputi pembaruannya pada tingkat individu, keluarga, masyarakat, pemerintahan, bangsa, dan kemanusiaan maka ihya' ruhi merupakan muqaddimah bagi seluruh pembaruan Islam. Jika hati tidak "hidup," jiwa tidak tersucikan, tidak ada adab kepada Allah dan makhluq-Nya maka tidak ada pembaruan di atas permukaan bumi Islam. Oleh sebab itu, buku ini kami khususkan untuk membahas nilai-nilai ini.

Walaupun jarang ada buku hasil seleksi dari sebuah buku yang tampil dengan tetap menjaga keutuhan sistematika pembahasan dan tema-temanya sebagaimana telah saya sebutkan di muka, namun untuk menghindari hal-hal yang seharusnya dihindari tersebut maka saya menambahkan banyak tulisan, mengubah susunannya dan membuat pengantar bab-bab-nya, kemudian tulisan dan tambahan dari saya tersebut saya beri tanda [...] agar para pembaca bisa membedakan antara tulisan al-Ghazali dan tambahan yang saya berikan. Buku ini saya bagi menjadi empat bab dan penutup.

Bab pertama : Tentang Adab Guru dan Murid.
Bab kedua      : Was a 'il Tazkiyah berupa berbagai ibadah dan amal perbuatan. Bab ini
                             meliputi 13 tasal.
Bab ketiga      : Hakikat TazMyatun-nafs. Bab ini meliputi 3 fasal.
Bab keempat : Mengendalikan Lisan dan Adab berbagai hubungan.
Penutup.

Di dalam buku ini para pembaca akan mendapatkan khazanah nilai yang sangat tinggi dan berbagai tahqiq berkenaan dengan masalah tazkiyah, yang akan mendorong para pembaca untuk membacanya berulang-ulang, karena banyak hal yang ada di dalam kajian buku ini termasuk ke dalam ilmu yang menjadi fardhu 'ain atas setiap Muslim dan Muslimah.

Terjemahan kitab ini boleh dibaca di pautan berikut;
1. http://www.scribd.com/doc/29179758/Said-Hawwa-Tazkiyatun-Nafs-Imam-Al-Ghazali
2. http://www.4shared.com/office/td8LH3iX/tazkiyatun_nafs__mensucikan_ji.html

No comments:

Post a Comment