Kitab Siraj al-Thalibin Syarh ‘ala Minhaj al-‘Abidin Ila Jannat Rabb al-‘Alamin (سراج الطالبين شرح على منهاج العابدين إلى جنة رب
العالمين) merupakan sebuah karya tasawuf yang
terkenal di kalangan penuntut ilmu agama di pondok-pondok pesantren di Nusantara. Kitab yang disusun
dan diolah dengan baik dalam bahasa Arab ini adalah sebuah karya bermutu
seorang ulama dari Indonesia, iaitu al-‘Alim al-‘Allamah Syaikh Ihsan Dahlan bin al-Marhum Muhammad Dahlan al-Jampesi al-Kadiri (1901-1952M). Kitab ini
merupakan syarah kepda kitab “ Minhaj al-Abidin ” karya Hujjatul
Islam al-Imam Abu Hamid al-Ghazali (505H), seorang ulama dan filasuf besar pada
abad pertengahan.
Kitab Siraj al-Thalibin ini disusun pada tahun 1933 dan diterbitkan pertama kali pada 1936 oleh penerbitan dan percetakan al-Banhaniyah milik Salim bersaudara (Syeikh Salim bin Sa’ad dan saudaranya Achmad) di Surabaya yang bekerja sama dengan sebuah syarikat percetakan besar yang terkenal banyak menerbitkan buku-buku ilmu agama Islam karya ulama besar abad pertengahan di Kaherah, Mesir, iaitu Mathba’ah Mustafa al-Baby Halabi.
Kitab Siraj al-Thalibin terdiri daripada dua juz (jilid). Juz pertama berisi
419 halaman dan juz kedua 400 halaman. Dalam periode berikutnya, kitab tersebut
dicetak pula oleh Darul Fikr–sebuah percetakan dan penerbit di Beirut, Lebanon.
Dalam cetakan Lebanon, setiap juz dibuat satu jilid. Jilid pertama berisi 544
halaman dan jilid kedua 554 halaman.
Kitab ini mendapatkan pujian luas dari kalangan ulama di
Timur Tengah. Oleh itu, tidak menghairankan jika kitab ini dijadikan buku wajib
untuk kajian pasca sarjana Universiti al-Azhar, Mesir.
Kitab Siraj al-Thalibin bukan sahaja beredar di Indonesia dan
negara-negara yang penduduknya majoriti beragama Islam, tetapi juga di
negara-negara bukan Islam, seperti Amerika Syarikat, Kanada dan Australia. Di
mana terdapat jurusan filsafat, teosofi, dan Islamologi di pusat pengajian tinggi
di negara tersebut yang menjadikan kitab Siraj al-Thalibin ini sebagai rujukan
dalam kajian mereka.
Gambaran Umum kandungan Kitab Sirâj al-Thâlibîn
Sebagaimana sudah diketahui oleh masyarakat umum
bahwa kitab ini merupakan sebuah kitab yang bergenre tasawwuf. Sebuah disiplin
ilmu yang mempelajari tentang etika zahir dan batin diri manusia. Sebagai karya
yang merupakan huraian dari kitab Minhaj al-‘Abidin, karya al-Ghazali,
tentunya penulisannya mengikuti dan menyesuaikan dengan gaya dan sistematik dari
kitab asalnya.
Dalam mukaddimahnya, Syeikh Ihsan Dahlan mengatakan
bahawa apa yang beliau tulis dalam kitab Sirâj al-Thâlibin adalah hanya
kumpulan pendapat-pendapat ulama, beliau tidak melakukan apapun kecuali hanya sekadar
menukil kembali apa yang ditulis oleh para ulama terdahulu dalam kitab-kitab
mereka. Hemat
penulis, hal itu tidak lain merupakan bentuk ‘andap-asor’ (tawadhu’)
dari Syeikh Ihsan Dahlan sendiri, kerana di dalam kitab tersebut Syeikh Ihsan
Dahlan tidak hanya menukil pendapat-pendapat orang lain, bahkan juga
mengelaborasi dan mengkontekstualisasikan terma-terma tasawuf ke dalam eranya.
Sebagai contohnya, Syeikh Ihsan Dahlan sampai
menyimpulkan bahawa zuhud pada zaman ini tidak hanya dilakukan dengan meninggalkan
dunia secara total. Biasanya zuhud diartikan sebagai meninggalkan
urusan duniawi atau menghindari harta benda. Syeikh Ihsan Dahlan
mengajarkan bahawa orang yang zuhud sebenarnya adalah mereka yang dikejar
harta, namun tak merasa memiliki harta itu sama sekali. Jadi zuhud adalah
meninggalkan urusan duniawi, tapi tidak
menolak kekayaan yang dikurniakan oleh Allah SWT. Dengan kekayaan yang ada,
digunakannya di jalan yang terbaik dalam menafkahkan hartanya itu. Inilah
ajaran kitab Siraj al-Thalibin. Bahkan Kiai Ihsan Dahlan sendiri
adalah orang yang kaya raya. Satu lagi pelajaran dari kitab Siraj al-Thalibin adalah
soal syukur, atau berterimakasih atas semua kurniaan dari Allah SWT. Kata Syeikh Ihsan Dahlab dalam
juz dua kitab Siraj al-Thalibin, doa yang paling tinggi adalah kalimat al-Hamdulillah
(segala puji bagi Allah).
Polemik Mengenai Keabsahan kitab Siraj al-Thalibin sebagai
karya Syaikh Ihsan Dahlan;
Pada dasarnya tidaklah tepat untuk mengatakan bahawa
kitab Sirâj al-Thâlibîn mengalami kekeliruan identiti sebenar pengarangnya, kerana
pada mulanya kitab ini sudah disepakati
bahawa kitab ini adalah karya dari Syeikh Ihsân Dahlân. Hanya saja pada
awal tahun 2009 sebuah penerbit terkemuka di Beirut Libanon, iaitu Dâr al-Kutub
al-Ilmiyyah, menerbitkan kitab ini dengan nama penulis lain, yakni Syeikh Zainî
Dahlân. Hal ini diperparah dengan dibuangnya Taqârîdz (semacam kata
pengantar) yang ditulis oleh Syeikh Hasyim Asy’arî.
Beberapa pihak menduga bahwa kekeliruan ini sengaja
dilakukan oleh penerbit tersebut demi merais sambutan pembaca di pasaran.
Karena di Timur Tengah nama Syeikh Ihsan Dahlan kurang popular dibangdingkan
dengan Syeikh Zaini Dahlan. Kemudian masalah ini ditindak lanjuti oleh PBNU
dengan meminta klarifikasi kepada penerbit tersebut serta memintanya untuk
mengganti nama penulisnya dengan nama Syeikh Ihsân Dahlân kembali.
Di samping itu, ada beberapa data yang mengokohkan
dan mengukuhkan bahwa Sirâj al-Thâlibin adalah benar-benar karya Syeikh Ihsân
Dahlân. Pertama, dalam muqaddimah kitab
tersebut ditulis ungkapan:
“ Seorang
hamba yang mengharap ampunan Tuhannya, yang membutuhkan rahmat-Nya; Ihsân bin
al-Marhûm Muhammad Dahlân al-Jampesi al-Kadiri –semoga Allah memperbaiki
keadaan dan tingkah lakunya dan menutupi aibnya di dunia dan akhirat- berkata;
kitab ini (sirâj al-Thâlibîn) adalah penjabaran yang singkat nan agung atas
sebuah kitab yang berjudul Minhâj al-‘Âbidîn karya Seorang imam yang enerjik
dan menjadi panutan semua golongan baik orang khâs maupun orang awam. Seseorang
yang digelari Hujjat al-Islâm dan memberkahi umat manusia. Ulama yang
kesempurnaannya terdengar di telinga semua orang. Reputasi karyanya berada di
posisi yang sangat tinggi serta membuat para ulama-ulama lainnya menundukkan
wajahnya karena kekaguman mereka atas karyanya. Ulama itu bernama Syeikh Abû
Hâmid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazâlî –semoga Allah menyirami
kuburannya dengan ampunan yang selalu mengalir-. Aku –Syeikh Ihsan- menulis
kitab ini dengan tujuan untuk mengingatkan diriku sendiri juga untuk
mengingatkan orang-orang yang lemah sepertiku. Aku namakan kitab ini dengan
judul, “Sirâj al-Thâlibîn ‘Alâ Minhâj al-‘Âbidîn Ilâ Jannat Rabb al-Âlamîn.”
Data tersebut dipertegas dalam penutupan kitabnya
dengan mengungkapkan;
“Akhirnya penulisan ini -dengan segala kesibukan
penulis- telah selesai dalam jangka waktu sekitar delapan bulan. Pada waktu
siang hari selasa dan bertepatan dengan tanggal 27 Sya’ban 1351 Hijriah.
Penulisan ini dirampungkan di rumahku, daerah Jampes Kediri, salah satu kota di
pulau Jawa.”
Sebagaimana penulis sebutkan di atas, pada
cetakan-cetakan selain yang diterbitkan oleh Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. Kitab
ini diberikan Taqâridz (kata pengantar) oleh sejumlah ulama
Indonesia. Hal ini bisa dilihat pada akhir jilid kedua dari kitab Sirâj al-Thâlibîn.
Taqâridz ini juga mengukuhkan penisbatan kitab ini kepada Syeikh Ihsan,
sebagaimana yang disampaikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari;
“Lembah ilmu-ilmu di sepanjang masa selalu
mengalir deras. Taman-taman disiplin ilmu akan selalu berbuah dan daunnya akan selalu
hijau. Duhai Allah, ilmu-ilmu itu adalah perhiasan yang amat mulia dan
amat menguntungkan. Mengangkat derajat pemiliknya kepada derajat yang
tinggi. Pengkaji yang menyibukkan dengan ilmu akan memperoleh manfaat.
Sementara ilmu yang paling tinggi nilainya dan paling baik penyebutannya adalah
ilmu tasawuf, ilmu yang dapat menjernihkan hati dan watak. Ilmu yang merupakan
pokok atau dasarnya ilmu, sementara ilmu lainnya adalah cabang. Karena ilmu ini
berkaitan dengan keberadaan Tuhan, jalan menempuh kebahagiaan, dan kebagaiaan
yang kekal. Dan salah satu kitab terbaik dalam bidang ini (tasawuf) dan yang
dapat memberikan “pemahaman” kepada orang-orang yang berakal. Sebuah kitab yang
dinamakan dengan “Sirâj al-Thâlibîn ‘Alâ Minhâj al-Âbidîn Ilâ Jannat Rabb al-‘Âlamîn”
karya seorang Âlim dan Allâmat, seorang yang cerdas dan
memiliki wawasan yang luas, yakni Syeikh Ihsan bin al-Marhum Muhammad Dahlan
al-Jampesi al-Kadiri.”
Di samping kata pengantar yang diberikan oleh KH.
Hasyim Asy’ari, ada komentar sekaligus pujian lain yang diberikan kepada Syeikh
Ihsan dengan karyanya ini. Pujian tersebut datang dari seorang ulama asal
Nganjuk Jawa Timur, KH. Abdurrahman bin Abdul Karim al-Sukri. Pujian lainnya
juga datang dari ulama Kediri yang bernama Muhammad Yunus bin Abdullah. Ulama
yang disebut terakhir ini berkata dalam kata pengantarnya:
“Aku telah membaca sebagian isi dari naskah
kitab ini, sebuah naskah yang merupakan penjabaran (atas karya al-Ghazali) yang
sangat menawan. Aku menyambut gembira (atas naskah ini), kegembiraan yang dapat
memberikan petunjuk atas kajian ini (tasawuf). Semoga Allah membalas kebaikan
penulis kitab ini dan ulama-ulama semisalnya dengan sebaik-baiknya balasan.”
Kitab ini juga telah mendapat sanjungan dari
beberapa ulama Jawa terkemuka lainnya, sebut saja Syeikh Khazin Bendo Pare
(Paman sekaligus gurunya saat beliau menimba ilmu di Pondok Pesantren Bendo).
Syeikh Muhammad Ma’ruf Kedunglo, Kediri, dan KH. Abdul Karim, Lirboyo Kediri.
Dari paparan dan data-data yang penulis peroleh,
bisa penulis simpulkan bahwa karya ini (Sirâj al-Thâlibîn) adalah karya Syeikh
Ihsan Dahlan bukan karya dari Syeikh Zaini Dahlan sebagaimana cetakan yang
diterbitkan oleh Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah.
Artikel
di atas merupakan petikan dengan beberapa suntingan dari pautan berikut; http://idrismuhammad.blogspot.com/2011/04/membedah-siraj-al-thalibin-karya-syeikh.html
. Bagi membaca artikel asal yang berserta dengan nota rujukannya, sila
layari pautan di atas. Semoga bermanfaat.
Assalamulaikum wr wb
ReplyDeleteDimana saya bisa beli buku terjemah kitab Sirojat Tholibin karangan Syech Ihsan Muhamad Dahlan Jampes Kediri
mohon bantuan infonya..trims
blog ini sangat bagos menerangkan ulama yg muktabar dan kitab2 mereka yg membimbing kaum muslimin ke jalan yg benar, tapi keadaan sekarang sangat prihatin kerana kitab2 ulama yg muktabar tidak lagi di ajar, kalau ada pun sangat sedikit sekali, malah kitab2 wahabi/salafi yg sesat, di propaganda dengan menarik, di jual dengan mudah dan murah, di ajari di media sosial dan banyak awam muslimin yg terpengaroh dan terpedaya dengan ajaran sesat mereka. ulama2 yg muktabar hanya tinggal kenangan dan kitab2 mereka hanya jadi bahan museum dan tidak di pelajari dan tidak di dedahkan, oleh itu mana mungkin keadaan orang islam akan bertambah ilmu dan amal yg bermanfaat, padahal keadaan sekeliling di racun dengan ajaran yg sesat dan membahayakan dunia dan akhirat
ReplyDeleteblog ini sangat bagos menerangkan ulama yg muktabar dan kitab2 mereka yg membimbing kaum muslimin ke jalan yg benar, tapi keadaan sekarang sangat prihatin kerana kitab2 ulama yg muktabar tidak lagi di ajar, kalau ada pun sangat sedikit sekali, malah kitab2 wahabi/salafi yg sesat, di propaganda dengan menarik, di jual dengan mudah dan murah, di ajari di media sosial dan banyak awam muslimin yg terpengaroh dan terpedaya dengan ajaran sesat mereka. ulama2 yg muktabar hanya tinggal kenangan dan kitab2 mereka hanya jadi bahan museum dan tidak di pelajari dan tidak di dedahkan, oleh itu mana mungkin keadaan orang islam akan bertambah ilmu dan amal yg bermanfaat, padahal keadaan sekeliling di racun dengan ajaran yg sesat dan membahayakan dunia dan akhirat
ReplyDeleteblog ini sangat bagos menerangkan ulama yg muktabar dan kitab2 mereka yg membimbing kaum muslimin ke jalan yg benar, tapi keadaan sekarang sangat prihatin kerana kitab2 ulama yg muktabar tidak lagi di ajar, kalau ada pun sangat sedikit sekali, malah kitab2 wahabi/salafi yg sesat, di propaganda dengan menarik, di jual dengan mudah dan murah, di ajari di media sosial dan banyak awam muslimin yg terpengaroh dan terpedaya dengan ajaran sesat mereka. ulama2 yg muktabar hanya tinggal kenangan dan kitab2 mereka hanya jadi bahan museum dan tidak di pelajari dan tidak di dedahkan, oleh itu mana mungkin keadaan orang islam akan bertambah ilmu dan amal yg bermanfaat, padahal keadaan sekeliling di racun dengan ajaran yg sesat dan membahayakan dunia dan akhirat
ReplyDeleteblog ini sangat bagos menerangkan ulama yg muktabar dan kitab2 mereka yg membimbing kaum muslimin ke jalan yg benar, tapi keadaan sekarang sangat prihatin kerana kitab2 ulama yg muktabar tidak lagi di ajar, kalau ada pun sangat sedikit sekali, malah kitab2 wahabi/salafi yg sesat, di propaganda dengan menarik, di jual dengan mudah dan murah, di ajari di media sosial dan banyak awam muslimin yg terpengaroh dan terpedaya dengan ajaran sesat mereka. ulama2 yg muktabar hanya tinggal kenangan dan kitab2 mereka hanya jadi bahan museum dan tidak di pelajari dan tidak di dedahkan, oleh itu mana mungkin keadaan orang islam akan bertambah ilmu dan amal yg bermanfaat, padahal keadaan sekeliling di racun dengan ajaran yg sesat dan membahayakan dunia dan akhirat
ReplyDeleteterima kasih kerana sudi mengunjungi blog ini.
ReplyDeleteUlama Indonesia yang tekun belajar menjadi penulis kitab yang dapat mencerdasakan kaum muslimin di dunia bukan hanya di Indonesia. Contohnya Syaikh Ihkasn Jampes. Alkhamdulillah ..semoga beliau mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah SWT.
ReplyDelete